Metodologi Pemaparan dan Periwayatan Hadis Dalam Shahih Muslim
www.majalahnabawi.com – Sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an, adanya hadis di samping telah mewarnai masyarakat muslim dalam berbagai bidang kehidupannya, juga telah menjadi bahasan kajian yang menarik, dan tiada habisnya, tidak tertinggal dengan kajian kitab Shahih Muslim. Shahih Muslim adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis Rasulullah Saw., karangan Imam Muslim yang memiliki nama lengkap Abu al-Husain Muslim bin al-Hajaj al-Qusyairy.
Namun tahukah kalian? Shahih Muslim adalah kitab hadis dengan sistematika penulisan terbaik jika dibandingkan dengan kitab-kitab hadis lainnya, bahkan dengan Shahih al-Bukhari. Sebagaimana Syekh Hamdun bin al-Hajj al-Fasi salah satu ulama terkemuka pada masa pemerintahan Moulay Sulaiman dari Maroko mengatakan:
تَـنـازَعَ قَومٌ في البخاري ومُسلِمٍ # لديَّ وقـــالوا أي ذَيـــنِ نُــقَــدِّمُ
فَـقُـلت لَقَـد فـاقَ البُـخـاري صِحَّةً # كما فاقَ في حسن الصناعةِ مُسلِمُ
Artinya: “Suatu kaum telah berselisih tentang al-Bukhari dan Muslim # Siapakah dari keduanya yang kita utamakan # Aku katakan: al-Bukhari lebih tinggi tingkat keshahihan haditsnya # dan Muslim lebih bagus penyusunan kitabnya
Metodologi Imam Muslim dalam Menampilkan Hadis
Lantas, bagaimana Metodologi Pemaparan dan Periwayatan Hadis dalam Shahih Muslim? Berikut penjelasan yang penulis ambil dari penjelasan Syekh Muhammad Abdurrahman Thawalabah dalam kitabnya Al-Imam Muslim wa Manhajuhu fi Shahihihi:
- Menjadikan setiap sanad dengan matannya menjadi satu riwayat tersendiri. Contohnya sebagai berikut:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ فِيمَا قُرِئَ عَلَيْهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَذْكُرُ الصَّدَقَةَ وَالتَّعَفُّفَ عَنِ الْمَسْأَلَةِ: ((الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَالْيَدُ الْعُلْيَا الْمُنْفِقَةُ، وَالسُّفْلَى السَّائِلَةُ))
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id dari Malik bin Anas -sebagaimana yang telah dibacakan kepadanya- dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah ﷺ bersabda di atas mimbar, beliau menyebut tentang sedekah dan menahan diri dari meminta-minta. Sabda beliau, “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Tangan di atas adalah tangan pemberi sementara tangan yang di bawah adalah tangan peminta-minta“. (HR. Muslim: 1715)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَأَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى الْقَطَّانِ قَالَ ابْنُ بَشَّارٍ: حَدَّثَنَا يَحْيَى حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عُثْمَانَ قَالَ: سَمِعْتُ مُوسَى بْنَ طَلْحَةَ يُحَدِّثُ أَنَّ حَكِيمَ بْنَ حِزَامٍ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((أَفْضَلُ الصَّدَقَةِ أَوْ خَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ))
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar dan Muhammad bin Hatim dan Ahmad bin Abdah semuanya dari Yahya Al Qaththan – Ibnu Basysyar berkata- Telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Amru bin Utsman ia berkata, saya mendengar Musa bin Thalhah menceritakan bahwa Hakim bin Hizam, telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Sedekah yang paling utama atau paling baik adalah sedekah yang diberikan ketika ia mampu. Dan tangan yang di atas adalah lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan dahulukanlah pemberian itu kepada orang yang menjadi tanggunganmu“. (HR. Muslim:1716)
Dari dua hadis di atas, Imam muslim menuliskan setiap sanad dengan matannya menjadi satu riwayat tersendiri, meskipun redaksi matan kedua tidak jauh berbeda dengan hadis pertama.
- Penyebutan satu persatu sanad hadis dan mengumpulkannya dalam satu deretan, seakan-akan kesemuanya adalah satu rantai sanad. Kemudian dituliskan matan haditsnya setelah deretan sanad-sanad tersebut. Dalam metode ini, imam muslim terkadang menggunakan huruf ح (tahwil). Adapun arti tahwil sendiri adalah perpindahan dari satu sanad ke sanad yang lain. Lihat di (Muqaddimah ibn al-Salah fi Ulum al-Hadist cetakan Bairut: Dar al-kutub al-Ilmiyyah 2006 hlm.372). Adapun yang menggunakan tahwil contohnya sebagai berikut:
وَحَدَّثَنِي أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ أَخْبَرَنَا حَمَّادٌ – يَعْنِي ابْنَ زَيْدٍ – ح قَالَ: وَحَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ ح وَحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ح وَحَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ جَمِيعًا عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ ح وَحَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَاللَّفْظُ لَهُ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: ((مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي شَيْءٍ مِنْ صَلَاةِ اللَّيْلِ جَالِسًا حَتَّى إِذَا كَبِرَ قَرَأَ جَالِسًا حَتَّى إِذَا بَقِيَ عَلَيْهِ مِنَ السُّورَةِ ثَلَاثُونَ أَوْ أَرْبَعُونَ آيَةً قَامَ فَقَرَأَهُنَّ ثُمَّ رَكَعَ))
Artinya: “Dan telah menceritakan kepadaku Abu Rabi’ Az Zahrani, telah mengabarkan kepada kami Hammad yaitu Ibnu Zaid, ia berkata, (dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada kami Hasan bin Rabi’, telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun, (dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Waki’, (dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair semuanya dari Hisyam bin Urwah, (dan diriwayatkan dari jalur lain) telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb sedangkan lafadz (hadits) darinya, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Hisyam Ibn ‘Urwah, ia berkata, telah mengabarkan kepadaku Ayahku dari ‘Aisyah katanya, “Aku belum pernah melihat Rasulullah ﷺ salat dengan duduk, hingga ketika beliau telah lanjut usia, beliau membaca sambil duduk, jika bacaan beliau tinggal tiga puluh atau empat puluh ayat, beliau berdiri dan membaca, lalu beliau rukuk.” (HR. Muslim:1205)
Dalam hadits di atas, Imam Muslim menyebutkan 5 sanad sekaligus dalam satu matan. Seakan-akan kesemuanya adalah satu rantai sanad, kemudian dituliskan matan hadisnya setelah deretan sanad-sanad tersebut. Adapun jika diuraikan 5 sanad tersebut sebagai berikut
Sanad Pertama:
وحَدَّثَنِي أَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ أَخْبَرَنَا حَمَّادٌ يَعْنِي ابْنَ زَيْدٍ
Artinya: “Telah menceritakan kepadaku Abu ar-Rabi’ Az-Zahrani, bahwasanya dia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Hammad, yakni ibnu Zaid“.
Sanad Kedua:
قَالَ وحَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ الرَّبِيعِ حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ
Artinya: “Dan Telah menceritakan kepada kami Hasan bin Ar-Rabi’, bahwasanya dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun”.
Sanad Ketiga:
وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ
Artinya: “Dan Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, bahwasanya dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Waki’“.
Sanad Keempat:
وحَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ جَمِيعًا عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ
Artinya: “Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, bahwasanya dia berkata: Telah menceritakan kepada kaim Ibnu Numair, dari Hisyam bin ‘Urwah“.
Sanad Kelima:
وحَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَاللَّفْظُ لَهُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
Artinya: Telah menceritakan kapadaku Zuhair bin Harb, dan lafazh ini miliknya, bahwasanya dia berkata: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari Hisyam bin ‘Urwah bahwasanya dia berkata: telah mengabarkan kepadaku bapakku, dari ‘Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata:”.
Bisa dilihat, betapa ringkasnya jika menggunakan tahwil bukan?. Maka inilah salah satu kehebatan Imam muslim dalam memaparkan sanad di dalam kitab shahihnya.
- Penyebutan satu persatu sanad hadis, kemudian menyebutkan matan haditsnya langsung setelah sanad pertama, adapun sanad setelahnya ia meng-athafkannya dengan kata : misluhu, nahwuhu, dan lain sebagainya.
Contohnya sebagai berikut:
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ وَابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((الْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ، وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ))
وَحَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ وَلَمْ يَذْكُرِ ابْنَ عُمَرَ
Artinya: “Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna, telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman dari Sufyan dari Abu Zubair dari Jabir dan Ibnu ‘Umar, Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Orang mukmin makan dengan satu usus (perut) sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus (perut)”.
Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Bapakku, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Zubair dari Jabir dari Nabi ﷺ dengan Hadits yang serupa, namun dia tidak menyebutkan Ibnu Umar. (HR. Muslim:3841)
Dari hadis di atas terlihat jika Imam Muslim menyebutkan sanad hadis, kemudian menyebutkan matan hadisnya langsung setelah sanad pertama. Adapun sanad setelahnya ia meng-athafkannya dengan kata “ misluhu”.
Kitab yang Sistematik
Maka, dari metodologi pemaparan dan periwayatan Hadis yang dilakukan Imam Muslim terhadap kitab shahihnya, menjadikan Shahih Muslim kitab hadis yang memiliki sistematika penulisan yang luar biasa. Hal ini menunjukkan bahwa imam muslim merupakan ulama yang kreatif dan inovatif, tidak hanya mengikuti cara gurunya -Imam Bukhari- dalam membukukan hadis, namun juga ia berinovasi dengan melakukan sistematika penulisan yang berbeda dengan tujuan untuk mempermudah dan membuat kitab hadis yang seutuhnya mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah Saw.
Sekian terima kasih…
Wallahu A’lam