Majalahnabawi.com – Prasangka merupakan pikiran yang terlintas mengenai suatu hal apapun. Sedangkan suuzan adalah prasangka yang bersifat buruk yang terlintas di pikiran, baik mengenai suatu hal atau orang tertentu.

Meskipun demikian, seringkali prasangka itu tidak hanya menetap di pikiran. Selalu saja ada manifestasi yang menggambarkan suasana hati seseorang. Dan seringkali, prasangka menjadi penyebab utama bagaimana suasana hati seseorang memandang hari-harinya, yang akhirnya akan mempengaruhi bagaimana sikapnya dalam menyikapi seseorang ataupun suatu hal.

Prasangka Negatif

Nabi Muhammad saw. dalam beberapa hadisnya pernah mengisyaratkan untuk menjaga hati dari prasangka-prasangka negatif yang akan memberikan pengaruh buruk terhadap suasana hati kita. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi sebagai berikut:

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا سُفْيَانُ ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ ، عَنِ الْأَعْرَجِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ “. هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
قَالَ : وَسَمِعْتُ عَبْدَ بْنَ حُمَيْدٍ يَذْكُرُ، عَنْ بَعْضِ أَصْحَابِ سُفْيَانَ، قَالَ : قَالَ سُفْيَانُ : “الظَّنُّ ظَنَّانِ : فَظَنٌّ إِثْمٌ، وَظَنٌّ لَيْسَ بِإِثْمٍ، فَأَمَّا الظَّنُّ الَّذِي هُوَ إِثْمٌ : فَالَّذِي يَظُنُّ ظَنًّا وَيَتَكَلَّمُ بِهِ، وَأَمَّا الظَّنُّ الَّذِي لَيْسَ بِإِثْمٍ : فَالَّذِي يَظُنُّ وَلَا يَتَكَلَّمُ بِهِ”. (رواه الترمذي)

الترمذي: أبو عيسى محمد بن عيسى بن سَوْرة بن موسى بن الضحاك، السلمي الترمذي.

Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.(57 H) bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah oleh kalian prasangka, karena prasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta.” Abu Isa berkata, “Ini adalah hadis hasan shahih”.

Ibnu Abi Umar juga berkata, dan aku mendengar Abda bin Humaid menyebutkan dari sebagian sahabat Sufyan berkata, bahwa Sufyan berkata, “Prasangka itu ada dua, yaitu prasangka yang mengandung dosa dan prasangka yang tidak mengandung dosa. Yang mengandung dosa adalah seorang yang berprasangka buruk, lalu ia membicarakannya. Sedangkan yang tidak mengandung dosa adalah seorang yang berprasangka, namun ia tidak membicarakannya.”
HR. Al-Tirmidzi (209-279 H : 70 tahun).

Istifadah Hadis


Dalam hadis tersebut Nabi Muhammad saw. mengajarkan untuk menafikan prasangka-prasangka buruk terhadap apapun yang kita hadapi atau kepada orang yang kita temui dengan istilah beliau bahwa “Sungguh dugaan itu paling dustanya perkataan”.

Bahkan dalam sabdanya saw., beliau memberikan penekanan makna dengan penggunaan huruf Inna yang dalam linguistik bahasa arab memiliki makna Taukid atau penguat, yang mengisyaratkan kepada kita untuk benar-benar menafikan segala bentuk prasangka buruk tersebut.

Berkaitan dengan itu, prasangka negatif pun memiliki berbagai macam sebab dan objeknya.
Untuk objeknya secara umum memiliki dua sasaran yang pertama kepada manusia dan yang kedua peristiwa yang akan terjadi.

Dan beberapa faktor dari prasangka buruk itu diantaranya sebagai berikut:

  1. Karena tidak suka akan pencapaian orang lain/sifat dengki.
  2. Karena mendengarkan hal buruk tentang hal/orang tertentu.
  3. Karena terlalu sibuk dengan keburukan orang lain/kurang intropeksi diri.
  4. Karena takut hal buruk terkait peristiwa tertentu terulang kembali.

Dan meskipun adanya prasangka itu seringkali sesuatu yang di luar kendali kita, Nabi kita Muhammad saw. mengajarkan untuk segenap hati menafikan prasangka-prasangka seperti demikian. Hal demikian atas dasar realita dan fakta, bahwa adanya potensi besar yang berdampak negatif bila membiarkannya, yaitu akan merusak hari-hari kita.

Dari satu kalamnya tersebut saja, begitu terasa keindahan bijaknya ajaran Nabi kita yang kalamnya ternyata begitu kaya akan hikmah bagi kemanusiaan, kehidupan dan peradaban.

Wallahu a’lam