Optimistis Menempuh Studi; Husnudzan Kepada Allah

majalahnabawi.com Stimulus bagi mereka yang kurang lapang dadanya dalam menerima ujian dari Allah adalah bersabar dan husnudzan kepada-Nya. Sedangkan Allah Maha Mengetahui di luar batas pengetahuan hamba-Nya.

Melanjutkan studi ke jejang yang lebih tinggi adalah impian sejuta umat, selain karena menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban, nyatanya berkecimpung di dunia pendidikan mampu menarik energi positif dari diri kita, karakter kita, pikiran kita, moral kita, maupun orang sekitar. Terlebih di mana ijazah telah menjadi suatu hal yang harus dijunjung tinggi kepemilikannya.

Berbicara tentang realistis kehidupan yang berlangsung di era 4.0 ini, di mana kebanyakan persyaratan yang terlampir unruk melamar pekerjaan khususnya, tak jarang dari mereka yang mensyaratkan adanya ijazah dari lulusan pendidikan Strata-1 (S1).

Dari sini, muncullah beberapa permasalan, yang datang bertubi-tubi dari segala sisi, entah faktor ekonomi, faktor sosial, faktor lingkungan, faktor kurikulum ataupun peraturan yang beredar di Indonesia, dan faktor-faktor ironis lainnya.

Dewasa ini masih hangat-hangatnya pembukaan jalur pendaftaran pendidikan strata-1 dari jalur rapor maupun tes, jalur ujian maupun undangan, hingga beasiswa ataupun mandiri. Tak heran jika banyak dari adik-adik, rekan-rekan, saudara-saudara kita yang menduduki kelas 3 menegah atas mengekpresikan emosional mereka di media sosial, yang kebanyakan mengeluh akan kondisi finansial, dan bentuk kegagalan mereka dalam beberapa alur dan jalur terntentu begitupun dengan ekspresi lainnya.

Nah, dari cuplikan di atas, al-Quran dan Sunah menyandang peran penting untuk membekali perjalanan hidup yang terbilang rumit ini.

Allah Swt berfirman:

قُلْ يٰاعِبَادِيَ الَّذِيْنَ أَسْرَفُوْا عَلٰى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِ ۗ إِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًا ۗ إِنَّهُ، هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang berlebihan terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.“(QS. al-Zumar 39: Ayat 53)

Ayat di atas merupakan stimulus, yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya yang sempit pemikiran akan rahmat–Nya, stimulus bagi mereka yang kurang lapang dadanya dalam menerima ujian dari Allah. Sedangkan Allah Maha Mengetahui di luar batas pengetahuan hamba-Nya.

Tak berhenti di situ, Rasullullah Saw juga menyikapi sifat umatnya yang dikata ragu atas kekuasaan dan takdir Tuhannya, maka demikian beliau bersabda

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَتَطَيَّرُ مِنْ شَيْءٍ، وَلَكِنَّهُ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَرْضًا سَأَلَ عَنِ اسْمِهَا فَإِنْ كَانَ حَسَنًا رُؤِيَ ذَالِكَ فِيْ وَجْهِهِ. وَكَانَ إِذَا بَعَثَ رَجُلًا سَأَلَ عَنِ اسْمِهِ فَإِنْ كَانَ حَسَنَ الْإِسْمِ رُئِيَ الْبَشَرُ فِيْ وَجْهِهِ، وَإِنْ كَانَ قَبِيْحًا رُئِيَ ذَالِكَ فِيْ وَجْهِهِ

Artinya: “Rasulullah Saw itu tidak pernah meramal nasib sedikitpun. Tetapi jika beliau ingin mendatangi suatu tempat, beliau bertanya apa nama tempat itu. Jika nama tempat itu baik, ekspresi (kesenangannya) terlihat di wajahnya. Jika nama tempat itu buruk, eskpresi (ketidaksukaan juga) terlihat di wajahnya. (HR. Ahmad)

Optimis, menurut KBBI adalah orang yang selalu berpengharapan (berpandangan) baik dalam menghdapi segala hal. Berbicara tentang optimisme sama halnya kita berbincang tentang prasangka atau pun sangkaan baik kita kepada Allah. Dalam artian kita dituntut untuk selalu berprasangka baik terhadap ketetapan Allah serumit, sesukar, sesulit keadannya.

يَقُولُ اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِْي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ، فَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ، وَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلَأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِيْ يَمْشِيْ أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً  (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ، رَقْم  7405 وَمُُسْلِمٌ ، رَقْم 2675

Allah berfirman: “Aku menurut prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dari Ayat serta hadis-hadis di atas, kiranya cukup memberi kita tamparan kesadaran bahwa Allah, Islam dan Rasul-Nya sangat menganjurkan untuk bersikap optimis kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu berhusnudzan kepada Allah dan makhluk-Nya. Aamiin

Similar Posts