Penghafal Quran yang Tidak Mendengarkan Musik, Nasihat Imam Syafii dan Gus Nadir
Majalahnabawi.com – Suatu hari Imam al-Syafii mengunjungi Amirul Mukminin Harun al-Rasyid di istananya. Sesampainya di sana, Imam al-Syafii ditemani pembantu Harun al-Rasyid menemui Abu ‘Abdul al-Shamad, guru privatnya anak-anak Khalifah Harun.
“Wahai Imam, ini adalah anak-anak Khalifah Harun dan itu adalah guru mereka, barangkali engkau berkenan memberikan nasihat kepada mereka”. Ujar pembantu Khalifah.
Kala itu, Imam al-Syafii memberikan banyak nasihat berharga. Nasihat diarahkan kepada guru mereka, Abu ‘Abdul al-Shamad. Sebab, jika gurunya baik dan dapat menjadi teladan, maka murid yang dididiknya pun akan menjadi generasi emas yang gilang gemilang. Salah satu nasihatnya adalah:
ولا تخرجنهم من علم إلى غيره حتى يحكموه فان ازدحام الكلام في السمع مضلة للفهم
“Janganlah kamu pindahkan mereka dari satu pelajaran ke pelajaran lainnya, hingga mereka benar-benar menguasai pelajaran tersebut. Sebab, banyaknya pembicaraan yang masuk ke pendengaran, dapat membuat sesat pemahaman”. (Muhammad Shiddīq al-Minsyāwi, 100 Qishshah wa Qishshah min Hayāt al-Syāfi’i, Kairo: Qotof Linnasyr wa al-Tawzī’, 2015, hal. 18)
Konsentrasi Belajar
Nasihat Imam al-Syafii di atas merupakan anjuran bagi seorang guru supaya tidak banyak memberikan pelajaran yang beragam dalam satu waktu, karena hal tersebut dapat mengganggu konsentrasi dan kefokusan mereka. Alih-alih mengajarkan banyak hal, ternyata tidak ada satu materi pun yang diperdalam dan dikuasai dengan sempurna karena banyaknya penjelasan yang beragam dari berbagai ilmu dan aspeknya.
Konsentrasi merupakan salah satu bagian terpenting bagi manusia. KBBI mencatat arti konsentrasi adalah pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal. Konsentrasi dapat memfokuskan perhatian kita terhadap sesuatu, sehingga tidak terjadi distraksi pada hal yang kita kerjakan maupun dalami. Beberapa ahli menimbang sebab pecah fokus yang terjadi pada manusia, Crick & Koch menyebutkan perhatian yang terpecah atau Divided attention terjadi karena pikiran dalam memahami masalah saling berkompetisi dan memecah perhatian (Crick & Koch, A framework for consciousness, 2003).
Menghafal Harus Fokus
Ketika pikiran saling bersaing dalam memusatkan perhatian ke berbagai sesuatu, maka kefokusan akan pecah. Begitu pun yang terjadi dengan seorang penghafal al-Quran, beberapa guru tahfiz al-Quran menghimbau muridnya agar tidak mendengarkan musik dengan beberapa alasan yang cukup logis.
Di antara alasan para guru tahfiz menghimbau hal ini ialah banyaknya hal yang masuk ke pendengaran, apalagi yang berbentuk irama yang mudah diserap otak, bahkan oleh seseorang yang memiliki kecerdasan musikal, dapat mengganggu dan mengacaukan simpanan hafalan yang telah tersimpan di otak si penghafal al-Quran.
Pelarangan ini lebih merujuk kepada hal-hal yang bersifat pencegahan reaksi yang ditimbulkan kepada memori dalam otak. Adapun jika ada sebagian yang mengarahkannya kepada hukum syar’i, pun para ulama masih berbeda pandangan mengenai hukum mendengarkan musik.
Menanggapi video para penghafal al-Quran yang menutup telinga ketika ada musik saat pelaksaan vaksinasi yang viral dan menuai hujatan di media sosial, bijak rasanya jika kita membaca respons Gus Nadir terhadap hal ini, “Bagi yang bilang haram, mendengarkannya dianggap berdosa dan bisa membuat hafalan Quran menjadi lupa. Bagi yang bilang boleh, mendengarkan musik dapat melalaikan untuk muraja’ah, karena hafalan memang mesti dijaga dan diulang terus. Jadi, belum tentu semua santri yang tidak mau mendengar musik karena sedang menghafal Quran itu akibat menganggap musik haram,” tegas Gus Nadir.
“Pada titik ini, ya kita saling menghormati saja,” imbuh Gus Nadir.