Majalahnabawi.com –Kebaikan itu banyak. Keburukan pun sangat beragam. Kita mungkin masih bingung memikirkan kebaikan apa yang bisa mengantarkan pada akhir kehidupan yang baik. Dalam hadis ini terdapat penjelasan apa saja kebaikan yang bisa mengantarkan pada akhir kehidupan yang baik dan menjauhkan dari akhir kehidupan yang buruk.

عن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال, قُلْتُ, “يَا رَسُولُ الله, أخْبِرْنِيْ بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِيْ الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِيْ عَنِ النَّارِ.” قال: “لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْ عَظِيْمٍ, وَإنَّهُ لَيَسِيْرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ الله تَعَالَى عَلَيْهِ. تَبْعُدُ اللهَ وَلا تُشْرِكُ بِهٖ شَيْئًا وَتُقِيْمُ الصَّلاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُوْمُ رَمَضَانَ وَتَحُجُّ البَيْتَ.”

 ثمّ قال: “ألَا أدُلُّكَ عَلَى أبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ والصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِيْئُ المَاءَ النَّارَ وَصَلاةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَيْلِ.” ثمّ تَلا, “﴿تَتَجَافٰى جُنُوْبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ… حتى يبلغ… يَعْمَلُوْنَ۞﴾” [السجدة: ١٦- ١٧]

ثم قال: “ألَا اُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الْأمْرِ وَعَمُوْدِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ؟” قلت, “بلى يا رسول الله.” قال: “رَأْسُ الأَمْرِ الإسْلامُ وَعَمُودُهُ الصَّلاةُ وَذِروَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ.”

 ثم قال: “أَلَا أُخْبِرُكَ بِمِلاكِ ذٰلِكَ كُلِّهِ؟” قلت, “بلى, يا رسول الله” فأخَذَ بلسانه وقال: “كُفَّ عَلَيْكَ هٰذَا.”

قُلْتُ, “يا رسول الله. وإنّا لَمُأٓخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ.”. فقال: “ثَكِلَتْكَ أمُّكَ, يَا مُعَاذ. وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّار عَلَى وُجُوهِهِمْ—أو قال: عَلَى مَنَاخِرِهِمْ—إلَّا حَصَائِدُ ألْسِنَتِهِمْ.” رواه الترمذي, وقال حديث حسن صحيح

Terjemah Hadis

Dari Muՙadz bin Jabal ra berkata, Aku berkata, “Ya Rasulallah, kabarkanlah kepadaku tentang suatu amal yang dapat memasukkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka.” Beliau bersabda: “Engkau telah menanyakan hal yang besar. Sebenarnya itu mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah. Engkau beribadah kepada Allah dan tidak Kau sekutukan Dia dengan sesuatupun, Kau dirikan shalat, Kau tunaikan zakat, Kau juga berpuasa Ramadan dan Kau berhaji.”

Kemudian beliau bertanya: “Tidakkah akan kutunjukkan padamu akan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu perisai, sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api, solatnya seorang lelaki di sepertiga akhir malam” kemudian Nabi membacakan ayat: ﴾Lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur… sampai redaksi… mereka mengetahui﴿. [Q.S as-Sajadah: 16-17]

Kemudian Nabi bertanya: “Maukah kuberitahu padamu tentang pangkal persoalan, tiangnya, dan puncaknya ujungnya?” Aku berkata, “Iya, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Pangkal urusan itu al-Islam, tiangnya adalah shalat, puncak tertingginya adalah jihad.”

Lalu beliau bertanya: “Maukah kuberitahu padamu tentang pemilik itu semua?” Aku berkata, “Iya , ya Rosulallah” Kemudian beliau memegang bibirnya seraya berkata: “Tahanlah olehmu akan ini.”

Aku berkata, “Ya, Rosulullah, kami pasti mengambil apapun yang kita bicarakan.” Kemudian beliau bersabda: “Ibumu menyebabkan kematianmu, Hai Mu’adz. Dan apakah manusia di neraka itu dibolak-balik wajah-wajah mereka—atau: tulang hidung mereka—kecuali karena memanen hasil bibir-bibir mereka.” (Riwayat at-Tirmidzi, dan dikatakan ini hadits hasan shahih)

Perkara Yang Berat

Sebelumnya, hadis ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kronologi dan latar belakang konteksnya. Akan tetapi, dapat diambil satu titik fokus bahwa pertanyaan adalah tentang hal-hal yang dapat memasukkan ke surga dan menjauhkan dari neraka. Keduanya harus dilalui dengan proses yang lumayan berat, dengan perspektif biasanya manusia tidak menyukai tekanan. Di dalamnya terdapat beberapa perantara mencakup kewajiban, juga sunnah-sunnah, dan banyak lagi. Namun, semua akan terasa mudah jika Allah memudahkan perkara tersebut. Dimudahkan dengan taufik, sehingga tergerak hati untuk ibadah, dilapangkan dada, dan ditolong oleh-Nya. Artinya, apapun kebaikan yang mudah kita lakukan itu karena dibantu oleh Allah.

Nabi menjawab dua persoalan ini dengan lima hal. 1.) Beribadah kepada Allah disertai tidak mempersekutukan Allah dengan apapun. Indikator lafadz berorientasi pada kondisi ketika beribadah, yakni senantiasa memurnikan untuk Allah semata (ikhlas). 2.) Melakukan shalat, yang dimaksud adalah shalat maktubah. 3.) Membayar zakat, kewajiban zakat adakalanya zakat māl atau zakat fitrah. Keduanya harus diperhatikan. 4.) Berpuasa Ramadan. 5.) Berangkat haji, dengan memperhatikan syarat dan ketentuan yang telah diketahui.

Pintu-Pintu Kebaikan

Nabi menggunakan pilihan kata ألا, yang secara lafdzi (normal) bermakna “apakah tidak…?” atau “tidakkah…?”. Istifham di sini bermakna ‘aradl yaitu berkonotasi ajakan lembut. Dengan terjemah bebasnya kira-kira seperti ini, “Kuungkapkan pintu-pintu kebaikan kepadamu, akankah Kau menyukai?” Demikian Nabi kemudian memberitahukan apa saja pintu-pintu kebaikan. Di sebut pintu karena selain sebagai kebaikan itu sendiri, ia juga menarik kebaikan lain.

Puasa, berfungsi layaknya perisai. Perisai puasa menjaga diri dari ancaman bahaya syahwat, kelalaian di dunia, dan—yang terpenting—mengamankan diri dari api neraka di akhirat. Berpuasa Ramadhan wajib untuk muslim, mukallaf, dan mampu melakukannya tanpa udzur. Selain dengan puasa wajib, bisa juga menambah support protect untuk jiwa dengan puasa sunnah. Puasa-puasa sunnah banyak sekali macamnya, seperti puasa senin-kamis, hari ‘Arofah, hari ‘Asyuro’, 6 hari bulan Syawal, hari-hari putih (tanggal 13-15) setiap bulan, dan masih banyak lagi.

Ibaratnya, dosa-dosa adalah api karena membawa pemiliknya terbakar di dalam neraka sebab murka Allah. Sedekah berfungsi layaknya air untuk memadamkan api. Sederhananya, sedekah itu dapat menghapus kesalahan, di sini mengacu kepada dosa-dosa kecil. Beda halnya dosa besar atau hak manusia (seperti hutang). Dosa besar belum tentu terhapus kecuali dengan bertaubat.

Shalat di sepertiga malam terakhir. Nabi memakai term الرجل—lelaki—karena Mu’adz sebagai penanya adalah lelaki. Yang difokuskan tentu bukan subjek, melainkan substansi. Artinya, ini berlaku untuk semua jenis gender walaupun tekstualnya mengarah kepada lelaki. Untuk menjelaskan sirr yang terdapat pada shalat malam Nabi memaparkan sebuah ayat. Terjemahnya, lambung-lambung mereka jauh dari tempat tidur, mereka berdoa kepada tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap. Dan mereka menginfakkan apapun yang kami rezekikan kepada mereka. Maka tidak satupun jiwa mengetahui terhadap apa yang disembunyikan untuk mereka berupa penyenang mata sebagai balasan terhadap yang mereka lakukan. Sebagian ulama Mufassir (ahli tafsir) menjelaskan, bahwa di dalam ayat tersebut adalah kinayah akan banyaknya pahala terhadap orang yang shalat malam.

Pangkal, Tiang, dan Puncak Segala Perkara

Term امر bisa bermakna perintah, urusan, dan perkara. Yang dimaksud urusan adalah hal-hal yang ada di balik kehidupan dunia. Kehidupan manusia dimulai, dijalani, dan berakhir untuk suatu hal, yakni nilai. Nilai pekerjaan, sekolah, gaji, impian, kesuksesan, dan sera-serbi lainnya hanya sebagian kecil dari kehidupan secara utuh. Belum sampai di kehidupan akhirat. Bahwa nilai paling inti untuk diimpikan—diakui ataupun tidak—adalah keselamatan di akhirat. Nabi memberikan beberapa kata kunci memperoleh impian sejati.

Pertama, pondasinya. Ibarat membuat suatu bangunan maka yang dikokohkan dulu adalah pondasi. Pondasi nilai inti adalah Islam. Secara bahasa Islam berarti berserah diri. Secara konteks hadis mengacu kepada dua kalimat syahadat. Dengan semata syahadat, semua elemen dan partikel dalam agama baru bisa didirikan. Tanpa syahadat semua itu 0%.

Kedua, tiangnya. Suatu bangunan dapat tegak berdiri tergantung tegak atau tidaknya tiang. Sebagaimana seorang hamba akan kuat agamanya tergantung kuat tidaknya shalat, sebagai penopang sekaligus tolak ukur.

Ketiga, puncak. Puncak akan kita kaitkan dengan branding, citra visual atau estetika, semua yang berkenaan dengan nama baik Islam. Semua ini akan dicakup dalam term jihad. Di masa Nabi, Islam semakin luas dan dihormati karena kewibawa, kekuatan, dan semangat islamisasi melawan orang kafir. Oleh karenanya, jihad identik dengan perang atau tindakan fisik yang memperagakan kekerasan. Namun sebenarnya, jihad fisik hanya sebagian kecil dari seluruh cakupan jihad. Selain perang, terdapat varian bentuk untuk menginterpretasi makna jihad. Meliputi mujahadah an-nafs (berusaha), menahan diri dari nafsu, menahan diri dari keharaman, serta melakukan ketaatan. Interpretasi jiwa dalam memaknai jihad lebih sulit daripada berperang melawan musuh. Sehingga Nabi sendiri mengistilahkan jihad diri sebagai al-jihadul akbar (jihad yang lebih besar).

Possible Ucapan

Terakhir Nabi menawarkan sesuatu yang paling krusial dari pada semuanya. Mu’adz menyambut dengan antusias, sehingga Nabi ikut antusias. Nabi mengatakan ثَكِلَتْ امُّ, jika dimaknakan biasa berarti ibu telah membinasakan. Namun, ungkapan tersebut bukan demikian, tapi biasa diungkapkan ketika muncul rasa ta’ajjub (kagum) dan ta’dzimul amr (mengagungkan persoalan). Dalam bahasa Arab banyak lafadz-lafadz—yang random—biasa digunakan untuk mengungkapkan suatu kondisi tertentu. Sebagai klarifikasi, bahwa tidak semua lafadz bisa dimaknai secara tekstualis.

Kalimat هَلْ—apakah—di sini bermakna istifham inkariy. Yakni mengunakan kalimat tanya dengan maksud negasi. Berarti makna kalam adalah “Tidaklah manusia itu dimasukkan ke neraka kecuali berasal dari implikasi perkataannya.” Di luar itu, kalam juga bersifat aghlaby (mendominasi), bukan distributif. Artinya, kebanyakan orang yang masuk neraka itu disebabkan perkataannya sendiri. Perkataan itu spontanitas sehingga samar untuk mengontrol apa yang baik diucapkan dan sebaliknya. Banyak orang mengatakan sesuatu, entah disadari atau tidak, ternyata telah melanggar batasan. Spontanitas ucapan seringkali dilupakan, bahkan diabaikan. Padahal, kebaikan-kebaikan yang bentuknya tindakan atau bersifat pribadi levelnya seperti ganimah (hasil perang). Sementara ucapan adalah keselamatan, yang itu berarti didahulukan dari hasil. Dengan kata sederhana, menjaga ucapan adalah syarat untuk mendapatkan hasil. Padahal ucapan adalah pemantik, yang itu berarti menjadi sangat penting diperhatikan. Ucapan sangat mungkin memantik amarah, murka, dan ketidak relaan dari Allah. Semoga kita semua diberi kemampuan mengontrol ucapan dan mampu mencapai keselamatan ending. Aamiin.