Dalam suapan nasi tersirat banyak hikmah yang Allah Swt selipkan di dalamnya. Seorang mukmin tidaklah sekedar makan dan minum, melainkan di dalamnya terkandung etika dan nilai-nilai yang dapat dipetik menjadi sebuah pelajarah hidup.  Dalam kitab Tuhfat al Ahwadzi syarh kitab Sunan al Tirmidzi, Jabir r.a meriwayatkan :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ، عَنْ جَابِرٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَسَقَطَتْ لُقْمَتُهُ فَلْيُمِطْ مَا رَابَهُ مِنْهَا، ثُمَّ لْيَطْعَمْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ»

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah dari Abu Zuhair dari Jabir bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: “Jika seseorang memakan makanan lalu sebagiannya jatuh, hendaknya dia menghilangkan debu yang mencampurinya kemudian memakannya, dan janganlah dia membiarkannya untuk setan.”

Makna dari ‘setan’ dalam hadis tersebut adalah tempat sombong, takabbur, serta merasa besar dalam hati seseorang sehingga menyia-nyiakan makanan yang telah Allah Swt berikan padanya.

Sedangkan, disisi lain, seorang muslim adalah sosok yang segala tingkahnya senantiasa dihiasi dengan ketaatan. Lantas apa hubungannya dengan makanan?

Tentu saja ini justru adalah bagian pentingnya, karena ketaatan tidak terbatas hanya pada persoalan ibadah. Ruang ketaatan sangatlah kompleks, yang termasuk didalamnya adalah masalah adab (akhlak).

Sebagai kebutuhan primer alamiahnya seorang manusia, makanan merupakan salah satu nikmat agung yang Allah berikan, hanya saja orang- orang seringkali lupa akan hal tersebut. Dari rezeki makanan dan minuman tersebut, seorang muslim menjadi kuat untuk beribadah dan juga beraktifitas sehari- harinya. Seandainya manusia tahu bagaimana Allah menumbuhkan biji- bijian kemudian menjaganya sehingga menjadi berbagai sumber makanan yang dapat dihidangkan di meja makan. Manusia pasti akan menyadari betapa mereka dirahmati oleh-Nya.

Rasulullah Saw mengajarkan nilai- nilai Islam dari hal yang mendasar dan sederhana, seperti halnya dari adab saat makan. Bahwasanya seorang muslim sudah seharusnya memperhatikan makanannya dengan baik hingga suapan terakhir apalagi menyia- nyiakannya. Disamping mengajarkan untuk bersyukur dan menghargai apa- apa yang Allah Swt hadirkan kepada kita. Namun juga mengajarkan untuk menjadi pribadi yang tuntas dalam segala pekerjaannya, bahkan ketika makan.

Sebagaimana dari riwayat Jabir r.a melanjutkan :

إِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمُ البَرَكَة

Artinya: “Sesungguhnya kalian tidak tahu, manakah diantara butiran makanan kalian yang mengandung barakah.”

Makna dari barakah sendiri adalah ziyadatu khair; yaitu bertambahnya kebaikan. Berawal dari makan kemudian membentuk kebiasaan pada aktivitas lainnya, seperti ketika belajar, bekerja, dan seterusnya. Sehingga terbentuklah karakter seorang muslim dengan etos kerja yang tinggi dan bersyukur.  Wallahu a’lam bisshowab.