majalahnabawi.com – Semakin berkembangnya alat-alat teknologi modern di era sekarang ini, banyak sekali dampak negatifnya yang terjadi terhadap para pelajar. Dari perkembangan teknologi, anak sekarang sangat kesulitan untuk berbaur dengan masyarakat karena sudah cenderung nyaman dengan dunia onlinenya. Teknologi, juga sering membuat pendidikan anak menjadi terputus lantaran sudah membuat malas belajar dan terpengaruh oleh budaya instan. Sehingga untuk mencegah kasus semacam ini semakin bertambah banyak, sangat diperlukan lingkungan pendidikan yang anti dengan yang namanya teknologi.

Teknologi di dalam lingkungan pesantren sangat dibatasi, bahkan ada yang sampai melarangnya. Tapi bukan berarti pesantren mengharamkan atau melarang secara umum untuk menggunakan alat-alat teknologi. Hal ini dilakukan agar pendidikan di dalam pesantren tetap intensif dan efektif.

Selain itu, pesantren dalam membina anak agar menjadi individu yang berakhlak mulia dan tidak hanya terbatas pada ilmu pengetahuan agama saja. Akan tetapi banyak metode yang diterapkan, di antaranya dengan melibatkan langsung dalam kegiatan sosial di masyarakat supaya tertanam jiwa kepeduliannya terhadap sesama.

Meski demikian, tetap saja ada beberapa oknum yang tidak setuju, dalam artian teknologi tidak bisa dipisahkan dengan pesantren. Selain dari pada itu, mereka mengatakan bahwa pondok pesantren harus mengikuti dan terlibat dalam perkembangan teknologi. Karena memang teknologi merupakan pembaharu pembangunan peradaban.

Klaim seperti yang di atas tidak bisa juga disalahkan. Karena memang Islam memiliki orang-orang yang ikut berperan pada perkembangan teknologi seperti Ibnu Sina, al-khawarizmi, al-battani dan al-zahrawi. Tetapi perlu diketahui juga, bahwasanya alat-alat teknologi yang dilarang oleh pesantren adalah alat yang sangat mengganggu konsentrasi para santri atau siswa dalam belajar, seperti smartphone, televisi dan komputer. Lagi pula pesantren melarang tidak secara mutlak, namun masih melihat juga kepada para santrinya apakah sudah pantas dan berhak atau tidak untuk menggunakannya. 

Oleh karena itu, pesantren memiliki peran yang sangat penting untuk pengembangan diri para santri, tidak hanya di bidang akademiknya tapi juga dalam bersosial dengan mengaplikasikan nilai-nilai agama. Pembelajaran agama dalam pesantren langsung di praktikkan melalui kegiatan-kegiatan yang ada di asramanya sebelum turun langsung menghadapi masyarakat, yang pastinya membutuhkan mental yang kuat dan cara bersosial dengan baik. Dan memang di dunia pesantren dalam hal-hal seperti menghargai perbedaan, mengetahui berbagai budaya dan tradisi yang berbeda itu sudah terlatih dengan sendirinya, karena banyaknya para santri yang datang dari berbagai macam daerah.

Pondok-pondok pesantren sejatinya merupakan wadah yang tidak bisa terlepas dari ilmu pengetahuan. Dengan begitu sudah seberapa jauh dan lamakah pesantren memandang ilmu-ilmu pengetahuan. Pondok pesantren tentang ilmu pengetahuan setidak-tidaknya memandang terhadap konsep al-Ghazali. Konsepnya imam al-Ghazali terhadap ilmu pengetahuan itu terdapat dalam karyanya yang monumental, yaitu Ihya’ Ulum al-Din.

Nah, pesantren yang merupakan lembaga pendidikan islam tertua di negeri ini, tidak hanya menjadikan  Ihya’ Ulum al-Din sebagai mata pelajaran yang terus diaji dan dikaji. Melainkan lebih dari itu, yaitu dengan langsung dipraktekkan dan diejawantahkan kedalam bentuk suasana dan pengalaman yang lebih konkrit. Demikian halnya juga para ulama dan kiai di pesantren yang mampu memposisikan ilmu pengetahuan dengan ideal.

Lembaga pendidikan yang sudah independen itu memiliki sudut pandang bahwasanya menuntut ilmu hingga nanti diajarkan adalah suatu ibadah. Tidak hanya itu, pesantren selalu memiliki doktrinan agar terbebas dan tidak selalu pamrih dalam urusan-urusan duniawi. Karena mencari ilmu tidak diniati semata-mata hanya karena Allah Swt, khawatir terdorong oleh tipu daya setan yang selalu menjerumuskan ke jalan yang tidak diridhai oleh Allah Swt. Wallahu A’lam Bisshawab.

By Thoha Abil Qasim

Mahasantri Ma'had Aly Situbondo