Praktek Riba Fadhl Menurut Ibnu Abbas
Majalahnabawi.com – Semakin banyak kita membaca tentu semakin banyak hal yang kita ketahui. Setelah belajar dan membaca beberapa hadis, penulis mengetahui ada dua hadis yang maknanya bertolak belakang yaitu hadis nabi tentang riba. Hadis pertama adalah انما الربا في النسيئة Dalam Musnad Shahih Mukhtasar karangan Imam Muslim nomor 1596 dan hadis kedua adalah الحنطة بالحنطة مثلا بمثل Dalam kitab al-Jami al-Kabir karangan imam Tirmidzi nomor 1240.
Kandungan Hadis
Jika dilihat secara penyusunan kata hadis pertama maka dapat dipahami bahwa jenis riba hanyalah riba nasi’ah. Riba nasi’ah terjadi karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian. Tambahan ini kemudian lazim disebut bunga. Sedangkan pada teks hadis kedua dapat dipahami bahwa ada jenis lain dari riba yaitu riba fadhl.
Riba fadhl adalah riba dalam bentuk penukaran uang dengan uang atau barang komsumsi dengan barang komsumsi dengan tambahan. Jadi riba fadhl adalah jenis riba yang penukaran suatu benda yang sama namun kualitas dan kuantitasnya berbeda.
Kisah Ibnu Abbas
Lalu apakah mungkin hadis tersebut memiliki kesalahan? atau apakah hadis tersebut bertentangan?
Tentu tidak. Ada kisah menarik dari kedua hadis yang terlihat seolah kontradiksi ini. Pada mulanya Ibnu Abbas (w. 68 H) belum mengetahui bahwa ada teks hadis lain yang menyatakan bahwa melakukan jual beli barang sejenis dengan melebihkan salah satunya juga merupakan sebuah praktek riba. Oleh sebab itu orang yang melakukan praktek riba fadhl boleh dan wajar menurut Ibnu Abbas.
Setelah beberapa waktu mewajarkan praktek riba fadhl akhirnya Ibnu Abbas bertemu dengan Abu Sa’id Al khudri (w. 74 H). Kemudian Abu Sa’id Al khudri memberitakan hadis yang kedua kepada Ibnu Abbas. Maka setelah mengetahui hadis tersebut Ibnu Abbas memohon ampun dan bertobat kepada Allah karena telah mewajarkan praktek riba fadhl. Setelah itu Ibnu Abbas melarang ketat praktek riba fadhl. (Asyraf, 1415 H: 196)
Kesimpulan
Setelah mengetahui kisah ini maka telah jelas bagi kita bahwa kedua hadis tersebut tidaklah bertentangan melainkan nasikh dan mansukh antara satu hadis dengan hadis yang lainnya. Dari kisah ini pula dapat kita ambil pelajaran bahwa manusia tetaplah manusia yang ilmunya terbatas. Walaupun Ibnu Abbas merupakan perawi hadits pada urutan ke-5 terbanyak dalam riwayatkan hadis beliau tetap belum mengetahui adanya teks hadis lain.