Senyum dalam kamus KBBI dijelaskan sebuah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit. Dari definisi ini  menggambarkan bahwa senyuman merupakan bahasa tubuh positif. Bahkan menurut beberapa psikolog Allan dan Barbara Pease bahwa senyum adalah gerak tubuh yang bisa melucuti pertahanan orang lain.

Dalam buku Kitab Bahasa tubuh karya Allan dan Barbara Pease macam-macam senyuman sungguh banyak dan bervariatif. Adapun secara garis besar senyuman dibagi menjadi dua; yakni senyuman tulus dan senyuman palsu. Senyuman tulus merupakan senyum yang dipacu oleh otot orbicularis occuli pada wajah disekitar mata yang bertindak secara mandiri dan mengungkapkan perasaan senang yang sesungguhnya.

Senyum ini juga bisa dilihat saat otot-otot mulut mulai bergerak, pipi terangkat, mata menyipit, dan alis agak menurun. Sedangkan senyuman palsu dikendalikan oleh otot zygomatic mayor dimana otot ini dapat dikendalikan secara sadar (pada alam bawah sadar). Dengan kata lain senyuman palsu ini bisa dikendalikan kapanpun yang kita mau. Sehingga senyum ini hanya menarik mulut tanpa menghasilkan keriput di sekitar mata yang menyempit.

Penelitian-penelitian terkait senyuman dilakukan sejak awal abad Sembilan belas oleh ilmuwan Prancis, Guillaume Duchenne de Boulogne, dimana dia meneliti senyuman seseorang yang akan dihukum pancung. Duchenne memperhatikan otot wajah yang bergerak disaat tersangka hukum pancung itu tersenyum palsu.

Terlepas dari dua macam senyum diatas, senyuman juga menyampaikan pesan bahwa anda sedang tidak mengancam dan berharap orang yang diberikan senyuman menerima anda pada ditingkat pribadi. Tidak sebatas itu, Senyuman juga menyampaikan sinyal mengalah dan ketundukan. Senyuman model ini bisa kita temukan di instansi Pendidikan  seperti pondok pesantren. Yang mana para santri selalu memberikan senyuman dikala bertemu sang guru. Dan oleh sebab itu pula, banyak tokoh dunia yang jarang senyum bahkan tidak pernah terlihat tersenyum. Seperti Adolf Hitler, Margaret Hilda, Charles Bronson mereka tampak galak, sangar serta jarang senyum bertujuan agar tidak terkesan tunduk dimata orang banyak.

Jika para ilmuwan psikologi baru membicarakan senyuman awal abad Sembilan belas masehi, maka sudah tertinggal jauh dengan Nabi Muhammad SAW yang sudah membicarakan senyum sejak 14 abad silam. Hal ini dibuktikan dengan sabda nabi yang diriwayatkan dari sahabat Abu Dzarr bahwasannya nabi bersabda:

«تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ، وَأَمْرُكَ بِالمَعْرُوفِ وَنَهْيُكَ عَنِ المُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَإِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِي أَرْضِ الضَّلَالِ لَكَ صَدَقَةٌ، وَبَصَرُكَ لِلرَّجُلِ الرَّدِيءِ البَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ، وَإِمَاطَتُكَ الحَجَرَ وَالشَّوْكَةَ وَالعَظْمَ عَنِ الطَّرِيقِ لَكَ صَدَقَةٌ، وَإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فِي دَلْوِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ»

Senyummu kepada saudaramu merupakan sedekah, engkau berbuat ma’ruf dan melarang dari kemungkaran juga sedekah, engkau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat juga sedekah, engkau menuntun orang yang berpenglihatan kabur juga sedekah, menyingkirkan batu, duri dan tulang dari jalan merupakan sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu juga sedekah.”

Hadis di atas menunjukkan bahwa senyum temasuk perilaku kecil bahkan sekilas sepele untuk dilakukan, namun bernilai disisi Allah.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, senyum seperti apa yang bisa dikategorikan sedekah menurut kacamata Rasulullah SAW?

Wallahu A’lam Bi Al-Shawwab.