Teladan Dari Sayyidah Khadijah; Wanita Karir Di Zaman Nabi Muhammad Saw.
majalahnabawi.com – Sebagai salah satu dari wanita paling luar biasa dalam sejarah dan menjadi pemimpin para mu’minah kelak di akhirat sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis, Sayyidah Khadijah memang merupakan teladan sempurna diambil dari sisi manapun. Bukan hanya ketaatannya pada Allah Swt., loyalitasnya kepada sesama, kepatuhan pada suami, serta khidmatnya dalam rumah tangga, dan ibu terbaik bagi anak-anaknya. Putri pasangan Fathimah binti Zaid dan Khuwailid bin Asad Ini juga menjadi contoh terbaik untuk perempuan tangguh di zaman modern yang memilih untuk berkarir selain mengurus rumah tangga.
Perempuan Bersih dan Suci
Meskipun tumbuh dari keluarga yang kaya raya, namun Sayyidah Khadijah jauh dari sifat gemar berfoya-foya. Untuk itu, sejak belia ia dijuluki oleh masyarakat Makkah sebagai ath-Thahirah, maknanya yaitu “seorang perempuan yang bersih dan suci”, karena reputasinya yang luar biasa tanpa cacat, ia tahu apa yang harusnya dilakukan dalam bisnis dan tidak pernah mengorbankan kesopanan atau integritasnya untuk berhasil dalam perdagangan yang didominasi laki-laki. Sebelum menikah dengan Rasulullah di usianya mendekati ke-40, ia telah menikah dengan dua orang pria; Abu Halah Malak bin Nabash yang kemudian wafat, dan Atiq bin Aith al-Makhzumi, namun ia memutuskan untuk berpisah dan memilih menjadi janda yang harus membesarkan putra-putrinya seorang diri.
Keteladanan Siti Khadijah
Sebagai pebisnis wanita yang sukses, Siti Khadijah merasa tidak terlalu terbebani ihwal memenuhi finansial rumah tangganya. Setelah perceraian itu, ia fokus menjalankan usahanya dan membesarkan anak-anak. Ternyata, kemampuannya dalam berbisnis termasuk yang disegani oleh orang-orang Makkah kala itu. Kepiawaiannya dalam menanamkan modal yang kemudian digunakan untuk mengembangkan usahanya sehingga ia dapat melakukan ekspansi bisnis yang sangat luas.
Salah satu metodenya adalah bagi hasil, Sayyidah Khadijah akan memberikan upah kepada beberapa orang terpilih untuk menjalankan usahanya. Keuntungan dari perniagaan dibagi dua dengan rekannya tersebut. Biasanya, perusahaannya memberangkatkan kafilah yang penuh muatan bersama misi dagang Quraisy ke negeri-negeri luar, semisal Syam, Yaman, atau Mesir. Dari sana, kafilah akan membawa barang-barang bernilai jual tinggi kembali ke Makkah.
Dalam manajemen bisnisnya tersebut, Siti Khadijah mengutamakan kepercayaan dan sikap kejujuran dari semua rekan kerja. Untuk membantunya mengurus berbagai keperluan, ia memiliki budak yang cerdas bernama Maysaroh. Salah satu rekan kerja terbaik yang dikenal dengan gelar al-Amin adalah Sayyidina Muhammad Saw., yang pendek cerita kemudian menjadi pendamping hidupnya sampai ia wafat. Atas bantuan Maysaroh yang melaporkan watak dan kepribadian Nabi Muhammad Saw., saat membawa barang-barang dagangannya dalam perniagaan ke luar negeri, mendengar perangai manis, pekerti yang luhur, kejujuran, dan kemampuan yang dimiliki Nabi Muhammad Saw., kian hari Sayyidah Khadijah semakin terpesona dan jatuh hati padanya.
Kisah Sayyidah Khadijah setelah menikah dengan Nabi Muhammad Saw., merupakan kolaborasi pasangan yang saling melengkapi. Rasulullah Saw., yang pernah bekerja sama dengannya dalam bisnis berhasil meraup untung yang besar. Kehadiran Rasulullah Saw., menjadikan usahanya pun semakin laris dan dikenal orang-orang pada waktu itu. Meskipun harta kekayaan mereka semakin bertambah, keduanya tetap sebagai orang yang memiliki gaya hidup sederhana, mereka lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada hal-hal yang lebih penting.
Dikatakan bahwa Siti Khadijah-lah yang menanggung kehidupan orang-orang miskin muslim di Makkah. Ia gemar bersedekah dan membantu orang lain, ia beserta suaminya membagikan penghasilannya kepada fakir miskin dan yatim piatu juga kepada para janda dan orang sakit. Dia membantu gadis-gadis miskin menikah dan menyediakan mahar untuk mereka.
Sayyidah Khadijah terus menginspirasi orang sampai hari ini dan menunjukkan kepada dunia, melalui perilakunya apa yang dapat dicapai oleh seorang wanita yang shalihah, sederhana, bermental kuat, dan berani. Berangkat darinya, khususnya dalam peran sebagai woman entrepreneur, seharusnya menjadikan para perempuan di masa kini meneladani dan mengikuti sifat dan sikap terpuji yang dicontohkannya.
Dengan kata lain sebagai wanita yang mempunyai berbagai peran, seharusnya karir yang ia pilih tidak menyibukkan dari tugas dan tanggung jawabnya yang lain. Kita dapati sekarang ini, seorang wanita kebanyakan berat sebelah: yang diutamakan adalah urusan pekerjaan di luar atau urusan dunia saja, namun melailakan kewajiban pada keluarganya, suami, dan anak-anaknya, bahkan yang lebih parah adalah jauh dari perihal ketaatannya pada agama, Allah, dan Rasul-Nya.
Rasulullah Saw pernah bersabda, “Cukuplah bagimu empat wanita terbaik di dunia, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, dan Asiyah istri Fir’aun” (HR. Ahmad).
Maka mari menyambut seruan Rasul dengan meniru dari empat wanita tersebut, khususnya dalam pembahasan ini yaitu Sayyidah Khadijah. Selain sebagai wanita yang berhati lembut, ibu rumah tangga yang baik, setia pada suami dan taat pada agama, ia juga seorang entrepreneur sukses yang gigih dan optimis. Kita menyadari secara konteks memang berbeda dari saat ini, namun menerapkan nilai-nilai dari pengalaman Siti Khadijah adalah suatu kepatutan yang layak diimplementasikan oleh perempuan di masa ini.