Suatu hari saya membayangkan tulisan yang masuk ke meja redaksi majalah Nabawi jumlahnya ratusan. Itu menandakan bahwa semuanya memiliki antusias untuk menulis, mengkritisi situasi-situasi terkini dari sudut pandang Hadis. Sehingga redaksi akan dibikin sibuk untuk menyeleksi mana tulisan yang layak dan tidak layak untuk dimuat di Nabawi.

Sayangnya, lagi-lagi itu hanya bayangan saya sebagai redaksi. Untuk realisasi sih suatu saat nanti lah. Yang penting kita punya harapan dulu. Wajar sih, jika setiap lembaga pers semacam Nabawi memiliki harapan dan cita-cita seperti itu. Wong berharap punya calon Istri yang cantik dan solihah seperti anak mahasantri putri Darsun saja boleh kok, hehehe. (mohon bersabar dan harap maklum, efek malam minggu).

Dengan adanya harapan yang seperti itu, mohon dimaklumi kalau tiba-tiba muncul tulisan sarkas di dinding “Pojok Pesantren” majalahnabawi.com. Dan kita patut bersyukur karena akhirnya ada tulisan juga yang mengisi kekosongan laman “Pojok Pesantren” setelah beberapa lama mandek. Dan mau tidak mau, saya atas nama pemred tetap mengapresiasi tulisan-tulisan sarkas seperti itu walaupun tulisannya sepedas sambalado yang kalau dicocol sama tahu bulet rasanya bergetar bikin lidah bergoyang.

Alhasil, walaupun isinya menguliti saya dan beberapa redaksi/mantan redaksi Nabawi, saya tetap mengizinkan tulisan itu nongol di laman majalahnabawi.com. Setidaknya tulisan itu sudah berani masuk ke meja redaksi kami dan menggoyang sanubari kami lewat kalimat-kalimat sarkastiknya yang sepedas sambalado. Sayangnya, seperti lagu Sambaladonya Ayu Ting-Ting, menurut kami, tulisan itu pedasnya hanya di mulut saja. Rasanya hanya di lidah saja.. ooooo…ooooo.

Tapi, kami tetap berterimakasih kepada mas Oni (AnONIm), si penulis “Membongkar Dinding Mading”, karena akhirnya saya bisa makan sambalado. Eh bukan. Akhirnya saya punya kesempatan untuk curhat beberapa “rasa sambel” dengan pembaca Nabawi. Dan semoga, mas Oni termasuk salah satu pembaca setia majalah Nabawi yang senantiasa diberikan kesabaran dan tidak gampang tergoda dengan keluguan cewek. Eh!.

Dengan tulisan sarkasnya yang menggoyang Nabawi, dirasa perlu menuliskan beberapa tanggapan dengan nada sarkas juga. Tak perlu risau jika nanti menemukan kegaduhan absurd setelah baca tulisan ini.

BeTewe mas Oni, terkait usulan dicantumkannya “بكيكيع- بكيكيع” di cover majalah Nabawi edisi berikutnya sudah kami pertimbangkan. Menurut kami itu usulan yang menariiiiik (bacanya ikutin nadanya Fahmy). Jadi nanti tulisan “bekiking” itu akan kami pasang sebagai latar belakang cover dengan konsep semacam watermark. Pokoknya nanti cari saja kalau Nabawi sudah terbit.

Biasanya konsep watermark itu agak transparan. Jadi, kalau nanti belum menemukan tulisan “bekiking”-nya, berarti mas Oni kurang jeli. Atau bisa kita sisipkan hologram di atas watermark-nya. Jadi nanti bisa digosok dengan koin. Semoga anda beruntung. Kalau belum bisa menemukan, silahkan coba lagi di edisi selanjutnya. Heheh.

Jujur saya ingin mengomentari kalimat “Nabawi malah sibuk mensejahterakan anggotanya sendiri” yang mas Oni tulis di tulisan tempo hari. Nampaknya, ini adalah salah satu gejala “batuk sosial” yang menjangkiti sebagian orang di luar Nabawi. Namanya batuk itu terkadang muncul dadakan, tak diduga-duga sebelumnya oleh perasanya serta tidak diketahui bagaimana sebabnya: makanankah atau minumankah. Jadi, bolehlah saya menyebutnya dengan “batuk sosial”.

Sebenarnya, tulisan-tulisan kami yang pernah/sering anda lihat di beberapa media, atau puisi dan cerpen beberapa teman yang dibukukan atau dimuat di koran-koran, tidak lebih hanya sekedar menyalurkan hoby menulis kami. Jadi sama sekali tidak ada niatan untuk mensejahterakan diri dan sebagaianya. Analoginya seperti ini, anggap saja seperti teman-teman mahasantri yang hoby main futsal. Jika mereka butuh lapangan futsal untuk menyalurkan hobinya, kami juga butuh media untuk menyalurkan hoby kami.

Kok tidak di Nabawi? Ok. Seperti ini, tidak semua tulisan kami bisa dimuat di Nabawi. Karena Nabawi punya karakter dan gaya selingkung sendiri. Bukan gaya telikung loh ya! Hehehe.

Jadi kami sadar bahwa ada beberapa tulisan kami yang tidak cocok untuk dimuat di Nabawi. Karena Nabawi memiliki misi dan segmentasi sendiri. Semoga mas Oni sudah mengerti apa misi dan segmentasi Nabawi.

***

Terkait regenerasi. Sebenarnya tanpa diperintahkan pun kami sudah melakukannya. Yang jadi masalah adalah peminat tulis-menulis itu bisa dihitung jari. Kan pak Kyai sudah memotivasi? Begini saja deh, hitung saja jumlah mahasantri yang ada di Darsun, berapa persen yang hadir di kajian-kajian malam minggu kang Hanif (maaf kang, namanya saya sebut..heheh) padahal pak Kyai juga pernah bilang “addirasah ahammu min kulli syai’”. Lah kurang apa? Apa kajian itu bukan dirasah?

Walaupun begitu, sebenarnya situasi dan kondisi Darsun sangat mendukung untuk menulis. Misalnya terkait materi, jangan ditanya! Bayangkan! sekali halaqah saja sebenarnya kita bisa menulis dua hingga tingga tulisan yang berbeda. Yang jadi masalahnya adalah, ada kemauan atau tidak untuk menulis dari orang tersebut?

Memang untuk saat ini, virus copas menjangkiti siapapun. Saya fikir virus copas tidak hanya menjangkiti mahasantri Darus-Sunnah saja. Apalagi sekarang hanya dengan sekali searching lewat Google dan Maktabah Syamilah semuanya bisa selesai. Nah, tinggal kitanya saja, tergoda atau tidak.

Kalau biasanya mas Oni sering tergoda dengan cewek yang lugu, saya sarankan untuk tidak tergoda dengan copas. Memang copas bukan cewek. Tapi menurut saya, dia sama menyakitkannya dengan urusan cewek. Sekali copas anda bisa didenda 500 juta, dicopot gelar sarjananya, dipidana dan sebagainya. Sakit kan?

So, begini saja. Majalah Nabawi kini sedang membangun kembali harapan dan lahan dakwah pak Kyai. Semuanya kita mulai dari nol setelah ditinggal oleh pak Kyai. Jadi harapan kami, tidak hanya redaksi Nabawi yang menanggung amanah itu, tapi juga semua mahasantri. Karena khitobwa la tamutunna illa wa antum kaatibun” itu bukan hanya untuk redaksi Nabawi, tapi untuk seluruh mahasantri beliau. Nah, mading yang kemarin mau dibongkar sama mas Oni, mari kita perbaiki lagi. Kasihan juga kalau pengumuman itu tidak ada tempat. Nanti bisa-bisa ditempelin kemana-mana deh.

Sekarang ini, kami juga tidak terlalu idealis dengan tulisan. Kami mempersilahkan semua mahasantri untuk menulis. Editor kami siap 24 jam untuk mengedit tulisan anda. Jadi tidak perlu takut tulisan anda matching atau tidak matching. Selain itu kami menyediakan “Pojok Pesantren” dengan format baru. Semua tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi bisa masuk di sana. Jadi tak perlu khawatir tulisan anda terbuang sia-sia. Bahkan website Nabawi pun sudah kami rebuild. So, tak perlu cari-cari alasan lagi untuk tidak menulis.

Buat mas Oni, saya harapkan bisa menerima testimoni dari konsumen sambaladonya ini. Semoga “sambalado”-nya semakin cihuy rasanya dan tak hanya dilidah saja. Oh iya, dapat salam dari Pimpinan Umum Nabawi, Jafar Tamam. Katanya, ada resep sambalado yang bisa bikin bergetar hati perempuan tidak? Maklumlah dia jomblo.

 

*Pemimpin Redaksi Majalah Nabawi.

 

By M. Alvin Nur Choironi

Mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences