Majalahnabawi.com – Islam sangat menganjurkan penganutnya untuk mencari ilmu. Terdapat riwayat yang menyatakan, “Belajar adalah kewajiban bagi setiap muslim”. Namun pastinya, tidak semua ilmu layak untuk dipelajari atau bahkan diamalkan. Setiap ilmu yang tidak bermanfaat atau mendatangkan kerusakan tentunya tidak layak untuk dipelajari. Menukil dari kitab Mustashfa,  karya Muhammad Al-Ghazali menyebutkan pada bagian awalnya bahwa ilmu itu ada tiga macam.

1. Murni Akal

Yaitu ilmu yang tidak ada anjurkan untuk mempelajarinya dalam syariat Islam, namun juga tidak melarangnya. Namun bila ilmu ini mendatangkan kerusakan, atau bahkan bahaya maka hukum mempelajarinya adalah haram. Biasanya ilmu ini lebih dominan sebagai suatu keahlian atau bakat seseorang untuk menjalani karier yang cocok baginya. Contohnya adalah ilmu matematika, desain, astronomi, politik, geografi dan ilmu umum lainnya.

2. Murni Riwayat

Yaitu ilmu yang berkaitan dengan hadis dan al-qur’an serta relasinya seperti ilmu tafsir dan ilmu qiroat. Untuk melestarikan dan menjaganya cukup dengan memiliki hafalan yang kuat. Kekeliruan bagi seseorang yang menyampaikan ilmu ini akan membuatnya dianggap doif (lemah) hafalannya, atau bahkan kadzib (pendusta) bila sengaja melakukannya. Karena ilmu ini berkaitan dengan kesamaan dari teks yang dihafal dengan teks yang disampaikan orang tersebut.

3. Antara Akal dan Riwayat

Yaitu sebuah ilmu yang membutuhkan penalaran logis namun juga diimbangi dengan riwayat yang mendukung. Dalam hal ini, akal dan riwayat memiliki perannya masing-masing dan saling bersinergi. Contohnya adalah ilmu fikih dan usul fikih. Dari ilmu ini lah, akan selalu menjawab tantangan perkembangan zaman meski teks al-qur’an dan hadis tidak berubah.

Dari ketiga ilmu tersebut, Al-Ghazali mencoba memberikan kontribusinya pada macam ketiga, yakni dengan mengarang kitab Al-Mustashafa. Kitab usul fikih klasik yang menjawab bantahan para oknum-oknum yang salah dalam memahami al-qur’an dan hadis pada eranya. Beliau beranggapan bahwa orang yang menguasai ilmu ketiga itu adalah orang yang paling mulia, paling sering dianut, paling banyak ditanya dan dipercaya jawabannya. Karena merekalah yang akan terus menjawab tantangan baru yang bahkan belum ada jawabannya di al-qur’an atau hadis.

Pesan Al-Ghazali

Kemudian pada bagian penutupnya, Al-Ghazali menuturkan bahwa semua ilmu yang dikuasai seseorang tidaklah bermanfaat sama sekali tanpa niat yang benar. Tentunya orang dengan ilmu arsiteknya yang bisa lebih mendekatkan dirinya kepada Allah akan jauh lebih baik ketimbang orang dengan ilmu fikihnya yang membuatnya sombong.

Oleh karena itu, Al-Ghazali juga mengimbangi ilmunya dengan kesucian hatinya. Hal ini terbukti dengan usahanya yang mengarang beberapa kitab tentang akhlak dan tasawuf. Yakni ilmu tentang tata cara bagaimana bersikap pada Allah dan makhluk-Nya dengan hati yang tulus. Beberapa di antara karangan beliau tentang itu adalah Ihya Ulum Al-Din, Jawahir Al-Qur’an, Kimiya Al-Sa’adah, dan banyak lainnya. Semoga ilmu yang kita miliki bisa senantiasa mendekatkan dan mengakrabkan diri kita kepada Sang Pencipta.