Transmisi Ilmu Fikih Mazhab Dunia

Majalahnabawi.com – Cikal bakal mazhab fikih yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, telah ada sejak zaman para sahabat. Waktu itu belum diistilahkan dengan madzhab, tapi madrasah. Madrasah di sini maksudnya kumpulan pendapat sahabat fulan dan si ‘alan. Di Madinah ada madrasah Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Abdullah bin Umar, Aisyah, Ibnu Abbas, dan Zaid bin Tsabit. Di Irak, ada madrasah Ibnu Mas’ud dan Ali bin Abi Thalib. Mereka semua murid-murid langsung dari Rasululah ﷺ. Radhiallahu ta’ala ‘anhum.

Madrasah

Madrasah Madinah melahirkan Said bin Musayyib, lalu dari beliau lahirlah Ibnu Syihab al-Zuhri, Rabi’ah, dan Nafi’ maula Ibnu Umar. Dari ketiganya lahirlah Imam Malik bin Anas yang merupakan muassis (pendiri) madzhab Maliki.

Madrasah Irak melahirkan Alqamah, lalu lahir dari beliau Ibrahim An-Nakhai dan Amir bin Syarahil. Dari keduanya lahirlah Hammad bin Sulaiman. Dari beliau inilah lahir Imam Abu Hanifah yang merupakan muassis (pendiri) madzhab Hanafi. Imam Abu Hanifah sendiri melahirkan beberapa murid, yaitu ; Abu Yusuf, Zufar, Al-Hasan bin Ziyad, dan Muhammad bin Al-Hasan.

Setelah itu lahirlah Imam Syafi’i yang merupakan muassis madzhab Syafi’i. imam Syafi’i berguru langsung kepada imam Malik bin Anas. Adapun dari imam Abu Hanifah, melalui perantara murid beliau. Setelah itu lahirlah imam Ahmad bin Hanbal yang mengambil ilmu (berguru) dari imam Syafi’i. Dari sini bisa kita ketahui, bahwa poros ilmu fiqh dunia terletak di Imam Syafi’i.

Madzhab Fikih

Madzhab fikih yang empat memiliki sanad (transmisi) ilmu yang jelas, bersambung sampai para sahabat lalu bermuara kepada baginda Nabi Muhammad ﷺ. Bermadzhab merupakan sunnahnya para ulama Salaf sejak zaman Sahabat (walau waktu itu masih diistilahkan dengan madrasah), lalu tabi’in (muridnya sahabat), dan tabi’ut tabi’in (murid tabi’in). Setelah itu diikuti oleh kurun-kurun yang setelahnya sampai zaman kita sekarang ini.

Hampir-hampir tidak didapatkan seorang imam atau ulama pun di masa lampau dan masa-masa setelahnya, kecuali mereka bermadzhab. Setelah madzhab yang empat telah mencapai marhalah istiqrar (kokoh dan stabil), maka madzhab-madzhab yang lainnya tidak direkomendasikan lagi. Karena madzhab-madzhab di luar madzhab empat, sebagian besarnya punah, atau tidak mundhabith lagi (tidak stabil) serta tidak terjadi regenerasi ulama dengan baik.

Bermadzhab = Bermanhaj Salaf

Oleh karena itu – jika kita jujur – , orang-orang yang mempelajari fikih lewat pintu madzhab, sebenarnya lebih ‘nyalaf’ (lebih berkesesuaian/merepresentasikan manhaj salaf) daripada yang tidak. Selain itu, keilmuannya lebih bisa dipertanggungjawabkan, lebih aman, dan lebih sederhana, karena telah bersandar kepada para imam-imam mujtahidin yang jelas-jelas diakui kapabilitasnya di bidang tersebut. Yang kesemuanya bermuara kepara para ulama Salaf yang dijamin khairiyahnya (kebaikannya) secara langsung oleh wahyu lewan lisan nabi Muhammad ﷺ.

Mazhab fikih yang empat juga merupakan mazhab fikih yang berjalan di atas “manhaj” Ahlusunah Waljamaah berdasarkan konsensus (kesepakatan) ulama muslim. So, bermazhab, why not?

Similar Posts