Antara Islam, Pemilu dan Janji-Janji
majalahnabawi.com – Pesta demokrasi yang berlangsung setiap 5 tahun sekali kian mendekat. Pesta ini disebut dan dikenal dengan sebutan “PEMILU,” memilih pemimpin dengan berpegang pada prinsip LUBER dan JURDIL (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil ). Suatu kegiatan yang paling identik dengan pemilu adalah kampanye. Kegiatan ini dilakukan dengan memperkenalkan diri kepada seluruh masyarakat dan mengobral janji-janji program yang akan dilaksanakan. Hal ini agar masyarakat tertarik untuk memilihnya sebagai pemimpin. Hal ini sangat lumrah dan sangat dikenal dikalangan masyarakat dan tidak sedikit pula dari masyarakat yang ikut terpengaruh tanpa berpikir panjang, meski janji-janji tersebut tidak sedikit yang diingkari.
Pandangan Hadis terhadap Obral Janji
Fenomena diatas setidaknya menjadi suatu perhatian khusus bagaimana pandangan al-Quran, hadis atau bahkan para ulama untuk menyikapi hal ini, apakah yang demikian itu dapat dibenarkan atau malah sebaliknya?
Janji-janji kampanye adalah suatu pemanis bahasa di mana calon pemimpin menyebutkan visi dan misinya. Hal ini tentunya sangat didukung bahkan dalam agama sendiri diajarkan bahwa setiap orang harus terus optimis untuk kehidupan selanjutnya dengan dituntun visi dan misi kehidupan. Dengan adanya visi misi setidaknya seorang pemimpin dapat berdiri dan berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakannya, yang pasti tetap harus berpegang teguh pada ajaran keagamaan. Hal ini dapat mengurangi kebingunan dan keraguan dalam hati masyarakat untuk memilihnya dan tidak akan meninggalkannya.
Dalam hadis nabi menyebutkan bahwa “ setiap diantara kalian adalah pemimpin, dan semua akan dimintai pertanggungjawaban” dst. (HR. Al-Bukhari No.893).
Hadis ini menegaskan bahwa semua orang adalah pemimpin dalam hal yang sedang dihadapinya. Dan semua orang yang memimpin akan diminta darinya tanggungjawab atas kepemimpinannya. Baik memimpin diri sendiri, rumah tangga, pekerjaan atau bahkan memimpin masyarakat. Hal ini tentunya juga akan menyinggung siapa orang yang memimpin dan apa yang telah disumbangkan dalam kepemimpinannya terutama semua yang telah dijanjikannya.
Tidak Menepati Janji, Ciri Orang Munafik
Mengucapkan janji adalah suatu yang sangat mudah. Namun untuk menepatinya adalah hal yang tak mudah dan sering menjadi permasalahan. Tak dapat dipungkiri pula hal ini terjadi pada setiap kampanye. Terkadang seorang calon mampu menyebutkan dengan lantang janji-janjinya sebelum terpilih namun ketika telah terpilih menjadi pemimpin dia melupakan sebagian besar janji-janjinya. Hal ini tentunya dilarang oleh agama karena dia berbohong dan membohongi setiap orang. Bahkan Nabi saw menyebutkan orang yang tidak menepati janji atau berkhianat adalah salah satu ciri orang yang munafik. Sebagaimana Nabi saw menyebutkan
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ، عَنِ النَّبيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : أَربعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقاً ، وَإِنْ كَانَتْ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ فِيْهِ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفاقِ حَتَّى يَدَعَهَا : مَنْ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ. خَرَّجَهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada empat tanda seseorang disebut munafik. Jika salah satu perangai itu ada, ia berarti punya watak munafik sampai ia meninggalkannya. Empat hal itu adalah: (1) jika berkata, berdusta; (2) jika berjanji, tidak menepati; (3) jika berdebat, ia berpaling dari kebenaran; (4) jika membuat perjanjian, ia melanggar perjanjian (mengkhianati).” (HR. Bukhari, no. 2459, 3178 dan Muslim, no. 58)
Hadis di atas secara jelas menerangkan bahwa ada beberapa tanda-tanda orang yang munafik. Di antaranya adalah ketika membuat janji dia menghianati janji tersebut. Hal ini setidaknya menjadi peringatan pula bagi seluruh calon pemimpin yang berkampanye untuk berhati-hati membuat janji.
Ayat Al-Quran Berbicara tentang Janji
Dalam al-Quran banyak ayat yang membicarakan tentang janji, di antaranya adalah
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ اُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ الْاَنْعَامِ اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّى الصَّيْدِ وَاَنْتُمْ حُرُمٌۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ
Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji!192) Dihalalkan bagimu hewan ternak, kecuali yang akan disebutkan kepadamu (keharamannya) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki. (Q.S. Al-Maidah (5) : 1)
وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّٰهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ
Tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji. Janganlah kamu melanggar sumpah(-mu) setelah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. An-Nahl (16) : 91)
Secara tegas al-Quran dan hadis menjelaskan tentang janji, di mana janji adalah hutang dan hal tersebut wajib dipenuhi. Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa pemilu adalah ajang kebaikan, maka jangan sampai dicacatkan oleh kebohongan janji palsu. Semua visi dan misi harus dilandasi dengan hal-hal yang telah dipersiapkan dengan matang.