Majalahnabawi.com – Pagi tadi, 11 Oktober 2021, laman media sosial dipenuhi berita duka. Syekh Dr. Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, ulama kelahiran Damaskus Syiria berpulang. Wafatnya pakar ilmu hadis ini menjadi rentetan duka, setelah tahun lalu, Syekh Nuruddin ‘Itr (1937-2020) kembali keharibaan-Nya. Kedua tokoh ini adalah ulama kontemporer dalam bidang ilmu hadis. Karya-karyanya memiliki pengaruh luas. Tiga karya Dr. ‘Ajaj al-Khatib yang menjadi rujukan mahasantri Ma’had Darus-Sunnah Ciputat ialah “al-Sunnah Qabla al-Tadwin” (1962), “Ushul al-Hadits wa Musthalahuhu” (1966), dan “al-Sunnah al-Nabawiyah; Makanatuha wa Hifdzuha wa Tadwinuha” (2009).

Dua karya Dr. ‘Ajaj adalah tulisan serius dari tesis dan disertasi. Tahun 1962, kitab “al-Sunnah Qabla al-Tadwin” adalah tesis di Universitas Damaskus. Sedangkan kitab “Ushul al-Hadits” adalah disertasi yang dituntaskan pada tahun 1966 di Universitas Kairo. Keduanya mendapatkan predikat Mumtaz dan Syarof. Selain itu, tokoh yang menjadi pengajar di Universitas Imam Muhammad Riyadl (1966-1973) dan Ummul Qura Mekah (1979) juga mentahqiq kitab “al-Muhadits al-Fashil Baina al-Rawi wa al-Wa’i” karya Imam al-Romahurmuzi (360 H). Kitab terakhir ini adalah kitab induk dalam kajian ilmu hadis.

Peran Teknologi dalam Ilmu Hadis

Terkait buku yang ketiga di atas, setidaknya ada 2 hal menarik. Pertama, di bagian kedua buku setebal 264 halaman itu, Dr.’Ajaj mengulas bagaimana teknologi (internet) berperan dalam memasyarakatkan hadis. Di bagian ini, beliau menguraikan sisi kekurangan dan kelebihan internet dalam konteks dinamika kajian ilmu hadis. Masyarakat harus diberi literasi untuk dapat membedakan website yang otoritatif dan yang tidak. Harus mampu memilah di antara laman-laman kajian hadis yang ditawarkan. Lebih detail, Dr. ‘Ajaj memberikan 11 rekomendasi terkait penggunaan teknologi dalam kajian hadis.

Kedua, buku terbitan Dar al-Fikr Damaskus tahun 2009 ini juga membahas peta sinergi antara sains dan hadis. Di bagian ini, Dr. ‘Ajaj memaparkan bahwa sangat dimungkinkan kandungan matan hadis dapat diungkap dengan sains. Dengan kata lain, sains dapat membantu untuk memahami hadis secara lebih dalam dan ilmiah. Dua contoh yang disajikan adalah hadis tentang perintah mencelupkan sayap lalat yang hinggap di minuman dan hitungan bulan qomariyah. Dengan bantuan sains modern, kedua hadis ini dapat dipahami secara lebih nyata. Karena itu, hadis dan sains sepatutnya disinergikan, bukan dipertentangkan.

Lantas mampu kah generasi muda melanjutkan proyek peradaban ini?

Semoga.

By Muhammad Hanifuddin

Dosen di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences