http://majalahnabawi.com – Dalam menjalani hidup di dunia ini, manusia membutuhkan asupan jasmani. Di antara asupan jasmani adalah makanan yang berupa hewan. Macam-macam hewan ada yang halal mengonsumsinya, ada yang haram secara zatnya, dan ada pula yang haram karena cara mendapatkannya.

Dalam tulisan ini, penulis akan sedikit membahas tentang hukum memakan bangkai hewan laut menurut para ulama fikih.

Hukum Memakan Bangkai Hewan Laut Menurut Ulama Mazhab Fikih

Menurut ulama mazhab Hanafiyah sebagaimana keterangan Imam ‘Ala’ al-Din Abu Bakar bin Mas’ud al-Kasaniy al-Hanafi di dalam kitabnya Badai’ al-Shanai’ fi Tartib al-Syarai’, semua hewan yang ada di laut itu haram kita memakannya kecuali ikan (selain ikan yang mati terapung di lautan, itu haram).

Di samping itu, sebagian ulama fikih dan Imam Ibnu Abi Laila berkata, menurut Imam al-Laits bin Sa’d, halal memakan selain ikan laut, seperti kodok, kepiting, ular laut, anjing laut, dan babi laut, dengan syarat disembelih terlebih dahulu, kecuali putri duyung (insan al-ma’) dan babi laut maka itu haram.

Imam Malik dan sekelompok ahli ilmu memutlakkan kehalalan semua hewan yang ada di laut. Namun sebagian ulama ada yang mengecualikan hal tersebut, yakni haram babi laut, anjing laut, dan putri duyung (insan al-ma’).

Imam al-Syafi’i berpendapat halal memakan semua hewan yang ada di laut tanpa penyembelihan, dan halal memakan ikan yang mati terapung.

Argumentasi Para Imam Mazhab Fikih

Argumen ulama mazhab Hanafiyah adalah firman Allah QS. al-Maidah ayat 96:

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ

“Dihalalkan hewan buruan laut bagi kalian.”

dan sabda Kanjeng Nabi ﷺ ketika ada yang bertanya perihal laut:

هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُ. (رَوَاهُ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ وَالدَّارِمِيُّ وَأَبُوْ دَاودَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَابْنُ مَاجَهْ وَالنَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُم)

“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.”

Adapun argumen ulama mazhab Hanafiyah yang mengharamkan memakan ikan yang mati terapung adalah hadis riwayat Sayyidina Jabir bin Abdillah dari Kanjeng Nabi ﷺ bahwasanya beliau melarang dari memakan hewan yang mati terapung (Naha ‘an Akl al-Thafiy), lalu riwayat Sayyidina Ali yang telah berkata: “Jangan kalian jual beli akan hewan yang mati terapung di pasar kami”, dan perkataan Ibnu Abbas: “Sesuatu yang terdampar di laut, maka makanlah, dan apa yang kamu dapati mengapung di air maka jangan kamu makan”.

Argumen Imam al-Syafi’i perihal penghalalan hewan laut yang mati terapung adalah firman Allah:

وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ

merupakan ‘athaf (berkaitan) dengan ayat

وَأُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ

Dan sabda Kanjeng Nabi yang tersebut di atas perihal laut itu maksud yang lebih berhak dari bangkai adalah bangkai hewan laut yang terapung.

Sebab perselisihan ulama perihal pemahaman dalil-dalil di atas, bisa dirujuk ke kitab Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid karya Imam Ibnu Rusyd.

Bagi penduduk Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi’iyah, silahkan mengikuti pendapat beliau di atas. Adapun yang bermazhab selain mazhab Syafi’iyah, silahkan mengikuti pendapat imam mazhab yang dia ikuti.

Itulah sedikit keterangan ulama perihal hukum memakan bangkai hewan laut. Semoga bermanfaat dan mohon maaf jika banyak kekurangan dan kesalahan.

Referensi:

‘Ala’ al-Din Abu Bakar bin Mas’ud al-Kasaniy al-Hanafiy (w. 587 H), Badai’ al- Shanai’ fi Tartib al-Syarai’, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1986 M/ 1406 H), juz 5, h. 35.

Ali bin Abi Bakar al-Firghaniy (w. 593 H), al-Hidayah fi Syarh Bidayah al-Mubtadiy, (Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabiy), juz 4, h. 353.

By Faiz Aidin

Dilahirkan tanggal 25 Juni 2000 di Jakarta Barat, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan H. Muharifin dan Hj. Nurhayati, bertempat tinggal di jalan raya Kembangan, Kembangan Utara Rt 09/02 No. 83 Gang H. Naim, Kembangan, Jakarta Barat. Mahasantri Darus-Sunnah angkatan Auliya dan mahasiswa PAI FITK UIN Jakarta.