عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ الله صَلَّى اللَه ُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلّم يَقُوْلُ: قَالَ رَسُولُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيِهِ )رواه البخاري (

Artinya:

Diriwayatkan dari Amirul-Mu’minin Umar Ibnul Khottab, r.a  berkata: bersabda Rosulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Bersabda,” setiap amal perbuatan digantungkan pada niatnya. Dan masing-masing manusia tergantung pada niatnya. barang siapa yang hijrahnya karena Allah swt dan Rosul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rosul-Nya. dan barang siapa yang Hijrahnya hanya mendapatkan dunia atau seorang wanita yang dinikahi maka hijrahnya terhadap apa yang ia tuju

KETERANGAN HADIS

Hadis tersebut dikeluarkan oleh Imam Bukhari pada bagian pertama dalam kitabnya kemudian imam Muslim dalam kitab Shohehnya. Shoheh Bukhari merupakan kitab paling Shoheh setelah al-Qur’an. Diakatan Paling Shoheh karena syarat penyeleksiannya lebih ketat imam Buhari mensyaratkan Tsubutulliqa (harus bertemu dengan gurunya) sedangkan imam Muslim hanya mencukupkan Muashir saja yaitu bagaimana seorang murid dan guru memungkinkan untuk bertemu, kemudian dalam kitab sunan, Ibnu majah pada nomor hadis 4227 dan Abu Daud nomor hadis 2201 dan Sunan Kubra Lilbaihaki nomor hadis ke-181 kemudian dalam kitab Musnad Musnad al-Humaidi dengan nomor hadis ke-28

Riwayat singkat penerima hadis Amirul Mu’minin. umar Bin Khotthab R.A

Amirul Mu’minin. adalah sebuah gelar yang diberikan setelah ia dilantik menjadi kholifah.  Abu Hafash adalah kuniah yang berarti  Singa, laqab itu diberikan karena ketanggasan dan keberanian beliau dalam sebuah rIwayat dikatakan bahwa SayyidinaUmar pernah memegang telinga kuda dan melompat diatas punggungnya tanpa kendali sehingga dengan keberanian beliau deberi kuniah Abu Hafash (bapaknya singa) adapun Al-Faruq adalah gelar yang diberikan oleh Rosulullah SAW sebagai lambang antar dakwah secara sembunyi-sembunyi dan dakwah terang-terangan atau sebagai penegak antara yang hak dan batil beliau masuk islam disaat usia 26th ketika mendengar lantunan Al-Qur’an dari saudaranya.

Syarah Hadis:

Hadis ini didengar Oleh Amirulmu’minin Kholifah yang kedua yaitu Umar Ibnul-Khotthab r.a. Disaat peristiwa hijrah kedua kemadinah hadis ini adalah hadis Garib ditinjau dari perawi pertamanya tetapi mashur dilihat dari bagian akhir sanadnya. Rosululah Saw bersabda “hanya saja setiap perbuatan digantungkan pada Niatnya” dalam kajian bahasa kata Innama” bermakna Lilhasr. yaitu membatasi seeperti contoh ketika saya berkata Hanya Zaid yang membaca. diksi ini mempertegas bahwa tidak ada yang berdiri selain Zaid,  maka seperti itu pulalah kaitannya Niat dengan suatu pekerjaan, yang  berupa perkataan, tindakan, bahkan hal-hal yang bersifat esensial seperti iman, tawakkal, Qana’ah, dan sifat yang lainya semuanya tetap akan berakhir baik atau buruknya sesuai dengan apa yang diniatkannya dan yang dituju, oleh karena sangat tegas dalam redaksi hadis diatas Rosulullah Saw  bersabda : “hanya saja tiap individu akan memperoleh sesuai dengan apa yang di niatkan” barang siapa yang hijrah karena Allah SWT dan Rosulnya maka ia akan mendapatkan Ridhanya, begitu pula sebaliknya ketika tujuan seseorang hanya materi semata maka orang itu tidak akan mendapatkan apa-apa dari pahala, seperti yang dikatakan di kahir hadis diatas orang yang tujuan Hijrahnya atau ibadahnya hanya untuk mendapatkan Dunia dan seorang perempuan semata maka akan tidak mendapatkan apa-apa, karena orientasinya sudah jelas bertolak belakang dengan Al-Quran yang jelas perintahnya. Tidaklah kalian diperintah untuk menyembah Allah kecuali dengan Ikhlas (QS al-Bayyinah:5)  

hadis diatas adalah bagian dari usuluddin( pokok-pokok ajaran agama). ulama’ mengatakan hadis tersebut senilai dengan sepertiga ilmu, adapaun  imam Syafi’e mengatakan terdapat tujuh puluh macam bab Fiqih termuat dalam hadis diatas termasuk diantaranya adalah Wudu’, mandi besar, Sholat, Zakat, berpuasa, haji, Nazar, Kafarat, I’tikaf, jihad, wasiat, nikah, wakaf dan masih banyak lagi ibadah-ibadah lainnya yang mewajibkan niat, kenapa didalam ibadah diwajibkan Niat?  kapan niat itu dilakukan dan haruskah seseorang melafalkan Niat?. Tidak ada ulama yang berselisih pendapat akan keharusan Niat, tanpa niat Syari’at menilai ibadah akan menjadi Fatal(sia-sia)  karena niat adalah rukun yang tidak boleh ditinggalkan

Kenapa dalam beribadah kita Harus Niat?

pada dasarnya suatu pekerjaan yang bersifat Tradisi dan perbuatan-perbuatan yang diperbolehkan seperti Makan minum, tidur dan lainnya tidak diwajibkan untuk berniat dala melakukannya.

Akan tetapi jika yang bersangkutan dengan Ibadah seperti Sholat,Zakat puasa, haji dan lainnya semua itu membutuhkan niat, dengan tujuan untuk membedakan antara ibadah dengan tradisi ataupun ibadah dengan ibadah lainnya.

Seperti contoh jika ada seseorang yang melakukan Sholat Zhuhur dan ada pula yang melakukan Sholat Zhuhur Qada’ perhatikan apa yang membedakan keduanya? Apakah dengan pergerakannya atau dengan Niatnya?

Atau contoh analisa lagi, untuk mengetahui diri anda berpuasa atau tidak, maka anda tidak melihat karena anda tidak makan, boleh jadi Anda tidak makan karena kenyang atau sakit yang yang tidak mendatangkan nafsu makan, sehingga pada akhirnya motivasi yang mendorong anda tidak makan karena telah berniat untuk berpuasa.

Disinilah terlihat dengan jelas perbedaan antara tradisi dan ibadah, namun Ulama tetap menilai suatu Tradisi dan budaya yang tidak bertentang dengan Syari’at akan bernilai pahala jikalau diniatkan kaerena Allah Swt seperti makan, berpakaian rapi, menjaga kesehtan dan lainnya.

Adapun melafalkan niat dengan lisan haruslah atau tidak, terdapat perbedaan pendapat dikalangan Ulama’dari kalanganHanafiyyah, Syafi’ah dan imam Ahmad. Mereka menganjurkan melafalkan niat dengan lisan, dengan tujuan Lilisti’anah ( membantu mengingatkan hati) sementara al-Malikiah berpendapat bahwa bahwa melafalkan adalah Khilaful Aula karena tidak ada Nas dari Rosululah SAW, sementara sebagian kaum mengatakan melafalkan niat adalah Bid’ah yang tidak pernah diajarkan oleh Rosulullah maupun ShohabatNya

Sebelum mengakhiri tulisan ini Hadis diatas juga menjelaskan tentang hijrah. Hijrah secara etimologi ialah al-Turk (meninggalkan) sedangkan menurut Syara’ hijrah ialah meninggalkan suatu tempat dengan Jasad dan Ruh ketempat yang lain inilah hijrah seperti yangdiperintahkan Rosulullah SAW terhadap sahabat-sahabatNya adapun kontektualiasasi hijrah pada masa sekarang bisa kita temukan dalam beberapa situasi: Hijrah dari negeri penguasa yang dholim kenegeri yang aman. kemudia hijrah juga i kemaksiatan menuju keta’atan atau dari kekufuran menuju Iman. adapun terkait hukum hijrah terdapat ikhtilah dikalangan ulama’. yang pertama Hijrah wajib adalah bagi seseorang jika ia tidak mampu menegakkan Syi’ar-Syi’ar islam karena dikuasai oleh oleh pemimpin yang dholim misalkan. Kedua hijrah dianjurkan bagi seseorang yang mampu menegakkan Syi’ar islam di negrinya tetapi kemaslahatan yang lebih besar seperti menimba ilmu lebih wajid dari pada dirumah maka diSunnhakan baginya untuk berkelana mencari ilmu.

Istifadah Hadis:

  • pentingnya untuk selalu mengarahkan niat Ikhlas karena Allah Swt
  • peringatan terhadap bahayanya Fitnah dunia dan perempuan
  • Niat adalah Rokun dari semua ibadah dalam islam
  • Niat adalah untuk menbedakan atara tradisi dan ibadah
  • Tujuan hijrah dalam islam

 

Sumber:

Syarah Shohih Bukhari Ibnu hajar al-Asqalani
Fawaidul Janiyah syehk yasin alfadani
Ihya Ulummiddin al-Gazali
Asadul gabah Izzuddin Ibnul Atsir
Syarhul ar-Ba’in an-nawawiyah liibnu daqiq