Berlari menuju Allah

Pertanyaan

Pak kiai, bagaimana pandangan Islam tentang perilaku saya yang mengamalkan ajaran Islam yang dicampur dengan aliran kebatinan?, dan bagaimana agar ketenangan tetap terjaga dalam diri saya?

(Slamet Hermanto, Surabaya)

Jawaban

Kami merasa bersyukur, setelah mempelajari agama Islam, sampean mempunyai pendirian bahwa Islam adalah agama yang benar, kendati sampean masih tetap tidak meninggalkan ajaran-ajaran kebatinan yang pernah sampean pelajari.

Di dalam agama Islam sebenarnya juga ada ajaran-ajaran yang sifatnya bathiniyah, bahkan menurut para ulama, iman itu sendiri adalah ajaran bathiniyah, sedangkan Islam adalah ajaran lahiriyah. Hal ini apabila kata iman dan Islam itu disebut berbarengan. Apabila dua kata itu disebut secara terpisah maka pengertian Islam sudah masuk dalam kata iman, dan pengertian iman juga masuk dalam kata Islam.

Lebih khusus lagi, ajaran bathiniyah dalam Islam disebut dengan tashawuf atau sufisme, yang intinya mengajarkan manusia untuk berjiwa bersih dari sifat-sifat yang terpuji.

Hanya saja, ada beberapa ajaran-ajaran yang semula di luar Islam kemudian masuk dalam ajaran tashawuf, sehingga dikalangan para ulama hal itu dipermasalahkan eksistensi dan kebenarannya. Contohnya adalah ajaran yang sampean sebut dengan ajaran manunggaling kawulo gusti. Dalam ilmu tashawuf ajaran ini disebut wihdatul wujud atau union mystic. Secara umum ajaran wihdatul wujud ini ditolak oleh para ulama karena ia dinilai berlawanan dengan ajaran Islam.

Apabila sampean mendapatkan ketenangan dengan mengamalkan ajaran aliran kebatinan, maka menurut Islam, hal itu tidak dapat dijadikan kriteria kebenaran (validitas) ajaran yang sampean amalkan. Kriteria validitas suatu ajaran menurut agama Islam adalah kesesuaiannya dengan al-Quran dan Hadis Nabi saw.

Dalam agama Islam juga ada ajaran yang menentramkan hati dan memberikan ketenangan jiwa, yaitu dzikir kepada Allah. Dalam al-Quran disebutkan: