Isra’ Mi’raj dan Sejarah Shalat

Majalahnabawi.com – Shalat merupakan tiang agama (HR. Muslim), begitulah setidaknya ungkapan yang sering kita dengar dan familiar diketahui orang khususnya kaum muslimin, dengan shalat itulah kiranya dapat dibedakan antara satu pemeluk agama dengan lainnya. Namun di dalam kenyataanya, apakah kebanyakan orang muslim tahu persis bagaimana sejarah dan kapan shalat disyariatkan di dalam Islam? perkara inilah yang nampaknya menarik untuk dibahas di bulan mulia Rajab yang dianggap sebagai bulan di mana Nabi besar Muhammad di-isra’ dan mi’raj-kan sebagai titik awal diwajibkannya shalat maktubah lima waktu yang lestari dikerjakan kaum muslimin hingga dewasa ini.

Shalat merupakan simbol agama yang menjadi bentuk kewajiban hamba setidaknya sebagai rasa syukur dan media memohon atau berdoa pada Sang Maha Kuasa. Tak heran bila dalam sejarah ajaran agama sebelum Nabi Muhammad seperti Yahudi, Nasrani dan Majusi (Zoroaster) juga mengenal yang namanya shalat meski dengan bentuk dan istilah yang mungkin berbeda. Sebab bagaimanapun juga konsep tentang shalat adalah satu, namun mengambil bentuk yang beragam.

Ibadah Shalat Sebelum Islam

Menurut al-Quran, para Nabi sebelum Islam diwahyukan pada nabi Muhammad, sudah mengenal dan melaksanakan ibadah shalat. Agak membingungkan juga, bagaimana mungkin jika shalat lima waktu diwahyukan pada Muhammad saat mikraj ke Sidrât al-Muntaha, padahal ibadah shalat sudah dilaksanakan sejak zaman para Nabi?

Menyimak dalil-dalil al-Quran yang mengatakan bahwa ibadah shalat sudah dilakukan sejak nabi-nabi terdahulu seperti Ibrâhîm, Mûsa, Isâ, dan sebagainya:

Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrâhîm), lshaq dan Ya’qûb, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami-lah mereka selalu menyembah” (QS. al-Anbiyâ’: 72-73)

“Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (QS. Thâhâ:13-14)

“Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup” (Q.S. Maryam:30-31)

Al-Hâfiz Ibn Hajar al-Asqalânî dalam Fath al-Bârî-nya berkata:

Segolongan ulama memilih pendapat tidak terdapatnya shalat fardlu sebelum isra kecuali sebatas shalat-shalat yang terdapat perintah menjalankannya seperti shalat malam yang dikerjakan tanpa dibatasi. Sedangkan al-Harbî berpendapat bahwa shalat sebelum isra diwajibkan dikerjakan dengan dua rakaat  dipagi hari dan dua rakaat di sore hari. Di lain sisi Imam Muhammad bin Idrîs al-Syâfiî menuturkan dari sebagian ahli ilmu bahwa shalat malam awal mulanya diwajibkan, kemudian dinasakh (dihapus hukumnya) dengan firman Allah “maka bacalah yang gampang darinya” maka jadilah shalat yang diwajibkan adalah menjalankannya di sebagian malam saja,kemudian kewajibannya pun nasakh dengan shalat lima waktu”.

Bilangan Shalat

Bilangan shalat pada dasarnya bilangan shalat berbeda beda sebagaimana agama yang dianut namun di dalam Islam, kita mengenal yang namanya shalat maktubah lima waktu yang bilanganya adalah 17 rakaaat dalam sehari-semalam. 17 rakaat itu terjadi setelah sebelumnya terjadi penurunan jumlah shalat saat mikrajnya Nabi Muhammad Saw. dari yang mulanya 50 waktu menjadi 5 rakaat. Agama Majusi mewajibkan pemeluknya yang sudah balig, shalat 3 kali sehari-semalam; Subuh, Asar, Isya atau Magrib (terjadi perbedaan-ed). Majusi menganjurkan juga shalat firasy (shalat yang dilaksanakan sebelum dan sesudah tidur). Yahudi juga memiliki ritual shalat harian, ada juga shalat sabat (shalat di hari Sabtu), shalat awal dan akhir bulan, shalat jenazah dan lain-lain. Sejarah juga mencatat bahwa umat terdahulu juga mengenal shalat malam yang dalam konteks Islam disebut dengan shalat tahajud, di dalam agama Yahudi dikenal dengan shalat “Syima” (shalat yang di dalamnya terdapat bacaan dari kitab Taurat) yang mana konon katanya diambil dari syahadat kaum Israel “Yasyma Yasrael”.

Selain itu Yahudi juga mengenal istilah Shalat Thepillah (shalat waktu sahur) yang dalam istilah tradisinya disebut denganThepillah Hisyher/Syehrit” (karena dilaksanakan saat Subuh). Shalat di waktu asar dikenal dengan sebutan Thepillah Hemnahah/Menhah”. Di waktu magrib dengan istilah “Thepillah Ha’rabit/’Arbit” (yang diambil dari kata”ghurûb”) yaitu pada saat terbenamnya matahari. Bila mana “syima’“ dan “thepillah” ini digabung jumlahnya sama dengan shalat maktubah yang umat Islam kerjakan sehari-semalam yaitu 5 waktu di samping juga ada “shalat Sabat” (di hari Sabtu). Kalau di Islam ada shalat Jumat sebagai shalat mingguan di Yahudi ada shalat sabat maka di nashrani ada shalat ahad(karena dikerjakan di hari minggu), lain halnya dengan Majusi (Zoroaster) juga punya ritual setiap awal bulan yang dikenal dengan “Antaremah” senada dengan ritual Hindu dan Budha .

Terlepas dari perbedaan istilah nama ritual yang dipakai dalam agama-agama tersebut. Maka sebenarnya dalam setiap agama memiliki ritualnya masing-masing yang menjadi media melakukan peribadatan dengan Tuhannya

Asal Usul Perintah Shalat

Tidak ada kejelasan dari mana asal usul penetapan lima waktu Shalat. Setidaknya  kita bisa meninjau shalat dalam perspektif nabi-nabi terdahulu dalam kajian sejarah, sebagai berikut:

Shalat Para Nabi Terdahulu

Nabi Adam As adalah Nabi pertama yang mengajarkan shalat subuh. Saat itu, beliau baru saja diturunkan dari surga ke dunia oleh Allah Swt karena sudah melanggar larangan Allah. Saat itu, bumi masih gelap gulita. Nabi Adam merasa sangat ketakutan karena baru sekali itu menginjakkan kakinya di dunia dan kegelapan yang menyambutnya. Saat Subuh menjelang dan matahari mulai terbit, Nabi Adam pun melaksanakan shalat dua rakaat sebagai tanda syukur karena sudah terbebas dari kegelapan malam dan diberikan cahaya matahari sebagai gantinya.

Nabi Ibrahim As adalah Nabi yang pertama mengerjakan shalat Zuhur. Beliau melakukan shalat sebanyak empat rakaat setelah beliau mendapat wahyu dari Allah Swt untuk menyembelih puteranya, Nabi Ismail yang diganti dengan seekor domba kurban. Shalat ini didirikan oleh Nabi Ibrahim pada saat matahari sudah tepat di atas ubun-ubun kepala.

Nabi Yunus As adalah Nabi pertama yang mengerjakan Shalat Asar. Saat itu, Nabi Yunus baru saja dimuntahkan oleh ikan paus yang sudah menelannya selama beberapa waktu lamanya. Berdiam lama perut ikan paus yang penuh dengan kegelapan membuat Nabi Yunus teringat dengan segala dosa-dosa yang sudah dilakukannya. Oleh karena itu, ketika ikan paus memuntahkan dan melemparkannya ke sebuah pantai yang tandus, beliau langsung mendirikan shalat empat rakaat. Shalat ini sebagai rasa syukurnya kepada Allah SWT karena telah terbebas dari dalam perut ikan paus dan kegelapan yang sudah menutupi mata dan hatinya selama ini. Nabi Yunus As mendirikan shalat ini ketika waktu sudah memasuki waktu shalat Asar.

Shalat Magrib dan Isya Pertama Kali

Nabi Isa As adalah Nabi pertama yang mengerjakan Shalat Magrib. Beliau melaksanakan Shalat Magrib ketika Allah Swt menyelamatkannya dari kejahilan dan kebodohan kaumnya sendiri. Shalat itu didirikan tiga rakaat pada saat matahari sudah terbenam. Nabi Isa melakukan shalat ini sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Allah Swt karena sudah diselamatkan dari kejahilan tersebut.

Nabi Musa As adalah Nabi pertama yang mengerjakan shalat Isya. Saat itu Nabi Musa dan isterinya, Shafura, sedang dalam perjalanan menuju tanah kelahiran Nabi Musa di Mesir setelah sebelumnya tingal bersama Syuaib. Mereka kesulitan mencari jalan keluar yang aman dari Madyan karena tentara Fir’aun sedang mencarinya di seluruh penjuru negeri. Sementara itu, Nabi Musa takut tentara Fir’aun akan menemukannya dan menyerahkannyapada Fir’aun yang zalim. Kegundahan Nabi Musa akhirnya didengar Allah SWT yang langsung menghilangkan rasa gundah itu dari hati Nabi Musa. Sebagai rasa syukur, Nabi Musa mendirikan shalat empat rakaat pada saat malam hari.

Pada peristiwa Isra dan Mi’râj. Nabi Muhammad SAW diperjalankan dengan menaiki Buraq dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha kemudian diterbangkan ke langit tertinggi yang disebut Sidrat al-Muntaha oleh Allah Swt. Dalam peristiwa ini, Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyempurnakan kelima shalat ini dalam lima waktu yang harus dilaksanakan satu hari satu malam. Peristiwa Isra’ Mi’râj ini menjadi tonggak bagi umat Islam karena pada saat itulah kewajiban shalat lima waktu  diwajibkan bagi seluruh umat Islam, sebagaimana Hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhari.

Waktu Shalat

Diceritakan dalam suatu Hadist bahwa suatu saat Malaikat Jibril mengajari waktu Shalat kepada Rasulllah,demikian lengkapnya:

“Malaikat Jibril turun kemudian mengajari Rasullah SAW waktu-waktu shalat. Malaikat Jibril berkata kepada beliau, ‘Berdirilah dan shalatlah!’ Rasulullah Shallalahu SAW. pun mengerjakan shalat Zuhur ketika matahari telah bergeser dari tengah-tengah langit. Pada waktu Ashar, Malaikat Jibril datang lagi kepada Rasulullah SAW. dan berkata, ‘Berdirilah dan shalatlah!’ Rasulullah SAW pun mengerjakan shalat Ashar ketika bayangan segala sesuatu persis seperti aslinya. Pada waktu Maghrib, Malaikat Jibril datang lagi kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Berdirilah dan shalatlah!’ Rasulullah SAW pun mengerjakan shalat Maghrib ketika matahari telah terbenam. Ketika waktu Isya telah tiba, Malaikat Jibril datang lagi kepada Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam dan berkata, ‘Berdirilah dan shalatlah!’, Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam pun mengerjakan shalat Isya ketika sinar merah matahari telah hilang. Ketika fajar telah terbit. Malaikat Jibril datang lagi kepada Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam dan berkata, ‘Berdirilah dan shalatlah!’, Rasulullah SAW pun mengerjakan shalat Shubuh ketika fajar telah menyingsing. Keesokan harinya Malaikat Jibril pun datang lagi kepada Rasulullah SAW dan memerintahkan hal yang sama kepada beliau. Setelah itu Malaikat Jibril berkata, ‘Waktu shalat ialah diantara kedua waktu tersebut” (HR. Ahmad dan al-Nasai). 

Similar Posts