Majalahnabawi.com – Menulis adalah suatu hal yang bagi sebagian orang yang belum terbiasa melakukannya adalah hal yang kurang menarik untuk dilakukan, berbeda dengan berdiskusi atau berargumentasi yang mana seseorang lebih bebas dan dilakukan secara langsung. Menulis menurut KBBI adalah melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan. Pikiran inilah yang lahir menjadi satu kesatuan karya yang membanggakan.

Melihat kepada kata-kata Sayyidina Ali ra beliau berkata; “Semua orang akan mati kecuali karyanya, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakanmu di akhirat kelak.” Atau kepada ucapan Imam al-Ghazali; “Kalau kamu bukan anak raja dan bukan anak ulama besar maka jadilah penulis.” Atau kita bisa juga melihat perkataan (Alm) Kyai kita yaitu Kyai Ali Mustafa Yaqub beliau berkata: وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ كَاتِبُوْنَ, dari sana kita dapat menyimpulkan bahwa menulis adalah suatu pekerjaan yang tak akan lekang oleh zaman, tak memandang status sosial dan buah dari karya tersebut tak akan pernah surut oleh perputaran peradaban.

Seperti telah kita ketahui bahwasanya para ulama terdahulu memiliki kebiasaan menulis. Yang mana telah memberikan banyak kontribusi yang amat besar bagi keberlangsungan terjaganya ilmu bagi umat manusia bahkan hingga saat ini.  Dengan banyaknya karangan kitab yang telah terkodifikasikan, maka manusia dapat mengetahui berbagai ilmu tanpa ada batasan waktu dan zaman.

Menulis dan Ulama

Ulama yang merupakan jamak dari kata alim artinya orang yang mengetahui, pengetahuan di sini tak terbatas pada bidang agama saja akan tetapi mencakup segala bidang. Dalam kesehariannya, memiliki kebiasaan menulis. Sebagai pewaris  nabi, para ulama tak gentar memberikan segala ilmu yang mereka punya lalu dituangkanlah ilmu tersebut dalam literasi tulisan yang mengesankan. Maka, jadilah banyak kitab-kitab yang mencakup banyak ilmu dijadikan rujukan keilmuan pada masa sekarang bukan hanya pada kaum umat muslim saja bahkan juga orang-orang Barat mempelajarinya.

Menulis adalah salah satu cara untuk melestarikan peradaban, berbagai ilmu dilestarikan dan disimpan dalam buku untuk disampaikan kepada generasi yang akan datang. Tujuannya, agar ilmu tersebut tetap ada dan masih bisa dinikmati sampai nanti kelak, karena tulisan bak arca-arca peninggalan peradaban yang menerangi relung kehidupan kemanusiaan.

Para ulama terdahulu sangat erat kaitannya dengan menulis, bahkan sejak zaman Nabi pun kebiasaan tersebut telah ada. Contohnya ketika Rasulullah Saw menyuruh Zaid bin Tsabit  menulis wahyu Allah yaitu al-Quran, karena memang Nabi pun telah menyadari betapa pentingnya menulis setelah para penghafal al-Quran dari kaum muslimin gugur di medan perang. Maka, ini juga menjadi salah satu bukti betapa besar pengaruh menulis, dengan tulisan karya ataupun keindahan ilmu tak akan hilang mesti telah berlalunya zaman.

Menilik Kecintaan Para Ulama dengan Menulis

Para ulama terdahulu telah mencintai ilmu dan rela meluangkan waktunya untuk itu. Ada yang mengembara sampai ke pelosok negeri untuk mencari ilmu, ada yang mengikuti berbagai halaqoh keilmuan bersama berbagai ulama, ada yang selalu membersamai gurunya dalam segala hal, tujuannya memang bukan lain adalah menimba ilmu sebanyak-banyaknya untuk didapat.

Sebagai wujud terealisasinya kecintaan mereka terhadap ilmu, maka setelah mereka mendapatkan banyak sekali ilmu yang dimiliki, lalu mereka menulis dan mengumpulkan berbagai pendapat ulama mengenai suatu permasalahan dan memasukannya ke dalam satu kitab lalu kitab itulah yang dijadikan rujukan keilmuan.

Meniru Tingkah Produktif Ulama

Mari kita berkaca pada para ulama, Ali bin Muhammad al-Imran dalam kitabnya al-Musyawwiq ila al-Qira’ah wa Thalabi al-‘Ilmi berujar; “Jika seseorang memperhatikan biografi dan sejarah perjalanan para ulama, tentulah dia akan mengetahui betapa besar usaha yang mereka korbankan, baik dari sisi waktu yang panjang, usaha mereka yang mati-matian, hingga kesabaran yang indah di dalam menulis kitab-kitab besar dan kompilasi yang agung.” Dari sana, kita dapat melihat bahwa memang para ulama sangat berjuang dalam menghasilkan karya yang sudah tak diragukan lagi keindahannya. Semalam suntuk mereka korbankan demi menulis kitab, waktu tidur meraka gunakan untuk mengangkat pena dengan pencerahan apa adanya, hingga tak ada waktu yang terbuang kecuali untuk berkhidmat kepada ilmu lewat tulisan mereka.

Masih ingatkah kalian tentang kejadian yang menimpa umat muslim saat pasukan Tartar menginvasi negeri Islam dan membumi hanguskan negeri Islam di Ottoman lalu mereka mengambil buku-buku umat Islam. Kemudian mereka melemparkannya ke sungai Tigris, sehingga air warna sungainya berubah karena dipenuhi oleh tinta-tinta bekas kitab-kitab tersebut. Maka dari itu, kita sebagai generasi muda sebaiknya kembali menumbuhkan rasa kecintaan ilmu kita, baik itu dengan menulis, membaca atau berbicara agar ilmu yang kita punya bermanfaat bagi nusa dan bangsa.