Sekelumit Tentang Maulid Nabi Muhammad SAW

Para ulama berbeda pendapat dalam menanggapi perayaan maulid Nabi SAW dari dulu hingga sekarang. Asas utama para Ulama membolehkan maulid Nabi tidak lain sebagai salah satu sarana pemupukan kembali benih-benih kecintaan kepada Nabi SAW yang dirasa semakin menciut. Tak ayal lagi, segelintir umat Islam yang tidak mendapatkan ilmu secara tuntas akan mengatakan hal tersebut sebagai suatu kesalahan yang disebut dengan bid’ah.

Memang ada beberapa kekeliruan di kalangan masyarakat dalam memahami Maulid Nabi Muhammad SAW. Salah satunya, beberapa dalil yang menjelaskan keutamaan Maulid Nabi yang disampaikan oleh para mubaligh dalam ceramahnya. Yaitu Hadis “Siapa yang mengagungkan hari kelahiranku, ia akan masuk surga bersamaku”, dan Hadis “Siapa yang menginfaqkan uang satu dirham untuk mengagungkan hari kelahiranku, maka tak ubahnya ia meginfaqkan emas sebesar gunung di jalan Allah”.

Secara sepintas, bagi orang awam yang tidak memahami ilmu riwayat dan dirayat hadits, akan beranggapan kedua hadis tersebut adalah hadits shahih, karena biasanya para mubaligh langsung memotong rangkaian sanad pada thobaqot sahabat. Sebagai penegasan, bahwa semua Hadis yang berbau iming-iming seperti kedua Hadis di atas adalah Hadits dhaif.

Kekeliruan seperti ini dijawab dengan rapi oleh Ulama Hadis Indonesia, yaitu Prof. DR. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Beliau mengkritik hal tersebut dalam bukunya yang berjudul Hadis-Hadis Bermasalah, bahwa hadis-hadis tersebut ternyata tidak berhasil dilacak dalam kitab-kitab yang mu’tabar sebagai rujukan hadits. Salahsatunya kitab Shahih Bukhari yang menyebutkan matan dan sanad hadistnya dengan lengkap.

Seorang ahli sejarah Islam bernama Al-Maqrizy dalam bukunya Al-Khutath menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai diperingati pada abad IV Hijriah oleh Dinasti Fathimiyah di Mesir. Dinasti Fathimiyah mulai menguasai Mesir pada tahun 362 H dengan raja pertamanya Al-Muiz lidinillah, di awal tahun menaklukkan Mesir dia membuat enam perayaan hari lahir sekaligus yaitu hari lahir ( maulid ) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari lahir Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein dan hari lahir raja yang berkuasa.

Kemudian pada tahun 487 H pada masa pemerintahan Al-Afdhal, peringatan enam hari lahir tersebut dihapuskan dan tidak diperingati, raja ini meninggal pada tahun 515 H. Pada tahun 515 H dilantik Raja yang baru bergelar Al-Amir Liahkamillah, dia menghidupkan kembali peringatan enam maulid tersebut. Begitulah seterusnya peringatan maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam yang jatuh pada bulan Rabiul awal diperingati dari tahun ke tahun hingga zaman sekarang dan meluas hampir ke seluruh dunia.

Imam Syamsuddin Ibn Nasiruddin Ad-Damasyqi dalam kitabnya Maurid As-Shodi Fi Maulid Al-Hadi menjelaskan bahwasanya Abu Lahab diringankan siksa nerakanya setiap hari senin, lantaran memerdekakan Tsuwaibah karena berbahagia atas lahirnya Nabi Muhammad SAW. Alasan lain yang membolehkan memperingati maulid adalah bahwa Nabi telah mengagungkan hari lahirnya sendiri dengan cara berpuasa. Karena ada sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah “Pada suatu hari, Nabi SAW pernah ditanya oleh para sahabat mengenai keutamaan berpuasa di hari senin, dan beliau menjawab: karena pada hari ini aku dilahirkan dan pada hari ini juga, alquran turun.”

Berbahagia atas lahirnya Nabi Muhammad SAW juga merupakan sebuah perintah dari Allah SWT yang termaktub dalam Al-Quran surat Yunus ayat 58

فَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Artinya : Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

Ibn Abbas RA menjelaskan yang dimaksud dengan makna ilmu dan rahmat adalah Nabi Muhammad SAW. Ungkapan kebahagiaan atas seseorang yang agung nabi Muhammad SAW bisa dengan berbagai cara, seperti berpuasa sebagaimana yang rutin beliau lakukan, bersholawat, berdzikir, juga dengan menceritakan kembali kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dengan tujuan yang sama yaitu untuk memperdalam kecintaan terhadap beliau.

Kita selaku umat yang hidup pada zaman milenial dituntut untuk lebih bijak dalam  perayaan maulid ini. Dengan menebarkan kemanfaatan, mengisi dengan berbagai kegiatan positif sesuai koridor syariat yang ada.

 

Similar Posts