Berlari menuju Allah

majalahnabawi.comDalam dunia santri pun juga ada usaha, yang lebih dikenal dengan sebutan riyadhah. Akan tetapi lebih condong kepada yang berbau ruhani.

Hidup ini adalah samudra yang amat sangat luas, tidak cukup hanya dengan mengedipkan mata untuk mengarunginya. Ada usaha yang sekiranya akan sedikit mengusik diri kita, namun itu semua hanya demi kebahagiaan yang akan kita cap rasa jika segala kepahitan ini sudah terlewati. Manisnya kopi pun akan terasa setelah pahitnya bukan? Dalam kehidupan nyata, bisa kita lihat para pekerja kantoran yang harus menahan kantuk demi mengerjakan tugas-tugas kantor dan masih memiliki kewajiban untuk masuk kantor kembali di esok hari, seperti itu setiap hari.

Dalam dunia santri pun juga ada usaha, yang lebih dikenal dengan sebutan riyadhah. Akan tetapi lebih condong kepada yang berbau ruhani, seperti puasa-puasa sunah, shalat-shalat, ataupun wirid, dll. Di Pesantren Darus-Sunnah untuk riyadhah, kami lebih sering dianjurkan untuk menahan diri agar tidak terlalu sering membeli jajanan.

Menahan Nafsu: Bagian Riyadhah

Lalu apakah hanya dengan menahan diri dari membeli jajanan saja sudah cukup untuk disebut sebagai riyadhah? Tentu saja sangat bias. Karena membeli jajanan adalah bagian dari nafsu yang tak akan ada habisnya. Jika dituruti, maka akan muncul nafsu-nafsu lain yang akan semakin mengulur waktu santri untuk beribadah, mengaji, dan belajar.

Sebagaimana ucapan “kenyang bodoh, lapar ganas”. Kalau sudah kenyang biasanya akan muncul kantuk, lalu jika mengantuk maka akan tertidur. Namun ketika lapar akan menjadi ganas, dan ganas tersebut harus diarahkan pada kegiatan yang positif, agar bermanfaat.

Beberapa dari ustaz kami pun pernah menasihati, bahwa “Jadi santri itu harus hidup melarat, sengsara. Jangan maunya hidup bahagia di awal”, “Yang namanya santri harus merasakan hidup di bawah, karena belum tahu bagaimana takdir berbicara”. Jikalau di masa depannya akan hidup di atas, maka akan mudah. Dan jika hidup di bawah, maka sudah terlatih.

Berhubungan dengan pembahasan riyadhah ini penulis memiliki sebuah pengalaman riyadhah yang dianggap paling berat menurut penulis dan baru dilakukan sekali seumur hidup.

Cerita Riyadhah; Puasa Dawud

Cerita ini berawal dari pengumuman bahwa UNBK (Ujian Nasional Berbasis Komputer) akan dilaksanakan tiga bulan yang akan datang. Kami pun berpikir bagaimana caranya agar nanti bisa melaksanakan UNBK dengan lancar. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pastinya ada waktu belajar tambahan menjelang UNBK. Namun untuk tahun angkatan kami terlihat tidak terlalu serius, baik murid maupun guru. Akhirnya penulis dan satu orang teman menjadi pelopor untuk melaksanakan riyadhah berupa puasa Dawud. Beberapa teman pun akhirnya setuju dan ikut, walaupun niat kami ada yang untuk UNBK, tidak punya uang jajan, diet, tetapi tetap niat utamanya adalah lillahi ta’ala.

Setelah berjalan beberapa hari, teman-teman yang lain pun ikut untuk berpuasa bersama. Namun, berkurang lagi hingga bisa dihitung dengan jari.

Kami hanya berpuasa Dawud selama 40 hari, tidak sampai 3 bulan. Singkat cerita, waktu UNBK pun tiba. Jika diperhatikan, santri Darus-Sunnah pasti akan selesai lebih cepat dari yang lain, (gak tau ngasal apa serius). Yang lebih penting adalah mereka terlihat bahagia-bahagia. Tidak seperti siswa-siswi dari sekolah lain, tampangnya sangat stres dan lecek. Maaf jika agak melenceng.

Inti dari semuanya adalah mencoba sedikit melarat agar mencicipi nikmat.