Majalahnabawi.com – Khazanah keilmuan Islam klasik mencatat ulama terkenal Imam al-Tirmidzi sebagai salah satu periwayat dan ahli hadis utama, selain Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan sederet nama lainnya. Karyanya, kitab al-Jami’ atau biasa dikenal dengan kitab Jami’ al-Tirmidzi, menjadi salah satu rujukan penting berkaitan masalah hadis dan ilmunya, serta termasuk dalam al-Kutub al-Sittah (enam kitab pokok di bidang hadis) dan ensiklopedia hadis terkenal. Sosok penuh tawadhu’ dan ahli ibadah ini tak lain adalah Imam al-Tirmidzi.

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Isa bin Saurah bin al-Dhahhak. Ada pula yang menyebutkan namanya adalah Muhammad bin Isa bin Yazid bin Saurah bin Sakan. Beliau lahir pada tahun 209 H. Kemudian beliau pindah ke Tirmidz, kota yang maju yang terletak di Tepi Sungai Balkha, atau biasa dikenal dengan nama Jihun.

Keilmuan Imam al-Tirmidzi

Imam al-Hakim (405 H) mengatakan bahwa saya mendengar Umar bin Allak berkata, “Saat Imam al-Bukhari wafat, beliau tidak meninggalkan muridnya di Khurasan seperti Abu Isa al-Tirmidzi dalam segi keilmuan, hafalan, wirai dan zuhudnya.”

Imam Abu Said al-Idrisy menukil di sanadnya, bahwasanya Abu Isa berkata: “Waktu perjalanan di Mekah aku telah menulis 2 jilid hadis dari seorang guru. Kemudian aku bertemu dengannya dan bertanya, saya kira bahwa 2 jilid hadis ada padaku. Kemudian  saya bertanya dan dia menjawab, 2 jilid ada padaku tinggal bacakan saja lafadznya padaku, kemudian dia melihat kertas putih yang kupegang, kemudian dia bertanya, apakah kamu malu kepadaku?kemudian aku menjawab, aku sudah menghafal semuanya. Dia berkata bacalah, kemudian aku membacakan untuknya, dan dia belum percaya padaku. Kemudian dia bertanya, apakah kamu telah menghafalkan sebelum datang kepadaku?. Aku berkata: Riwayatkan periwayatan hadis lain kepadaku. Dia berkata: Telah diriwayatkan 40 hadis kepadaku, bacakan itu padaku. Kemudian aku membacakan untuknya tanpa salah satu huruf pun.”

Keunikan Sunan al-Tirmidzi

Sebagai seorang ulama hadis dan ahli fikih, Imam al-Tirmidzi (279 H) telah menyusun kitab hadis hukum dan memberikan penilaian terhadap hadis yang ditulis dalam kitab sunannya itu dengan istilah yang beragam, seperti istilah hasan shahîh, hasan gharîb dan hasan shahîh gharîb. Istilah-istilah yang digunakan Imam al-Tirmidzi (279 H) tersebut, menarik untuk diteliti karena belum begitu banyak yang membahasnya, terutama alasan mengapa Imam al-Tirmidzi (279 H) menilai hadis dengan istilah-istilah tersebut. 

Pemakaian istilah ganda seperti hasan shahih agaknya terdapat kekhususan dalam koleksi hadis al-Jami’ al-Tirmidzi yang kolektornya sendiri tidak mengkonfirmasikan pembakuan maksudnya. Beberapa maksud sempat berkembang misalnya untuk istilah hasan shahih yang mungkin dimaksudkan, hadis yang bersangkut diperoleh Imam al-Tirmidzi (279 H) melalui dua jalur sanad, bila diperhatikan, sanad pertama lebih meyakinkan, maka kualitas hadis itu patut digolongkan sebagai hadis hasan, akan tetapi apabila ditarik melalui jalur sanad yang lain yang juga diterima oleh Imam al-Tirmidzi (279 H) dalam proses belajar hadis akan diperoleh mutu sanad dan oleh karena itu hadis tersebut patut digolongkan shahih.

Predikat hasan yakni pada aspek substansi matan hadis yang bersangkutan sebagai informasi yang harus ditanggapi baik oleh jiwa sehat dan pemilik akal yang waras, sedangkan shahih itu ditunjukkan pada mutu sanad pendukung riwayatnya.

Guru-guru dan Murid-muridnya

Dalam beberapa kitab menyebutkan bahwa beliau banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru hadis untuk mendengar hadis dan kemudian dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara gurunya adalah Imam al-Bukhari (256 H), Imam Muslim (261 H), dan Imam Abu Daud (275 H). Selain itu, beliau juga belajar pada Imam Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, dan lainnya.

Pada usia 40 tahun al-Tirmidzi berguru kepada Imam al-Bukhari (256 H) di bidang hadits, illat hadis dan fikih sehingga beliau dikenal sebagai ahlinya bidang teori illat hadis. Hal ini sangat nampak membekas sekali pengaruh binaan Imam al-Bukhari sehingga dalam kalangan muhadditsin Imam al-Tirmidzi dikenal sebagai al-Hafidz al-Naqid (kritikus hadis). Selain itu juga beliau belajar kepada Imam Muslim, Imam Abu Dawud dan lainnya, bahkan al-Tirmidzi juga menerima hadis dari guru-guru mereka seperti Qutaibah bin Said, Muhammad bin Basyar.

Di kemudian hari, kumpulan hadis dan ilmu-ilmunya dipelari dan diriwayatkan oleh banyak ulama, di antaranya: Makhul ibn al-Fadl, Muhammad bin Mahmud bin Anbar, Hammad bin Syakir, Abd bin Muhammad al-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib al-Syasyi. 

Karya-karyanya

Beliau menyusun banyak kitab, di antaranya adalah kitab al-Jami’ wa Illat al-Hadist. Beliau berkata “Saya menyusun kitab ini untuk saya kemukakan kepada para ulama Hijaz, Iraq,dan Khurasan“. Kemudian mereka pun meridlainya. Beliau pun berkata: “Barangsiapa yang menyimpan kitab saya (al-Jami’) di rumahnya, maka seolah-olah di rumahnya ada seorang Nabi yang selalu bicara” .

Imam al-Tirmidzi (279 H) menulis beberapa karya, di antara buku-buku beliau ada yang sampai kepada kita dan ada juga yang tidak sampai. Di antara hasil karya beliau yang sampai kepada kita adalah: al-Jami’ al-Mukhtasar min al-Sunan ‘an Rasulillah, Tawarikh, al-‘Ilal, al-‘Ilal al-Akbar, al-Syamail al-Muhammadiyyah, Asma’ al-Shahabah, al-Asma’ wa al-Kuna, al-Atsar al-Mawqufah.

Akhir Hayat Imam al-Tirmidzi

Perjalanan panjang dalam mencari ilmu, bertukar pikiran, dan mengumpulkan hadis mengantarkan dirinya sebagai ulama hadis yang sangat disegani kalangan ulama semasanya. Kendati demikian, takdir menggariskan lain. Daya upaya mulianya itu pula yang pada akhir hidupnya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Beliau wafat pada bulan Rajab tahun 279 H di Tirmidz.