hadis

Majalahnabawi.com – Perkembangan historis literatur hadis sudah dimulai dari masa hidup Nabi Muhammad Saw. Selama abad pertama, kompilasi hadis memang terbatas pada penulisan hadis-hadis untuk penyebaran lisan saja atau pengkodifikasian hadis belum secara komprehensif. Namun pada abad kedua ini, terjadi perkembangan yang siginifikan yakni para ulama mulai mengelompokkan hadis dengan judul yang mengindikasikan persoalan yang dihimpunnya. Tipe ini dinamakan mushannaf, yang berarti kompilasi yang dikelompokkan atau disistematikan. Apakah pemerintah memiliki peran penting di dalamnya? Tentu.

Periode ini disebut ‘Ashr al-Kitabah wa al-Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Pada masa inilah terjadi pembukuan resmi yang diselenggarakan oleh atau atas dasar pemerintah. Berbeda dengan masa sebelumnya yang masih dilakukan secara perseorangan yakni pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi Saw.

Masa pembukuan secara resmi dimulai pada abad 2 ini, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sebagai khalifah, Beliau sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hafalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila hadis dari para perawi tidak dibukukan dan dikumpulkan dalam buku-buku, ada kemungkinan lenyap dari permukaaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghafalnya. Tidak hanya itu, gerakan korupsi dan pemalsuan hadis yang mulai mengancam integritas hadis juga menjadi salah satu faktor tertentu yang mendorong penghimpunan hadis.

Untuk mewujudakan maksud tersebut Khalifah Umar melakukan beberapa gerakan. Gerakan penghimpunan hadis ini dimulai dari, Khalifah umar bin abdul aziz memerintahkan kepada Gubernur Madinah. kemudian mengirimkan surat ke beberapa Gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk mengumpulkan dan membukukan hadis-hadis dari para penghafal hadis yang tinggal di wilayah mereka masing-masing.

Perkembangan Hadis pada Abad Kedua

Pada masa abad ini, para pengumpul hadis cenderung menerbitkan hasil kumpulannya sesuai dengan dengan bab-bab yang sama. Maka kecenderungan penulisan ini identik dengan layaknya penulisan kitab fikih. Tujuan dari pengumpulan ini adalah membantu para ulama yang berkecimpung dalam urusan fiqih.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkembangan penulisan dan pengkodifikasian hadis pada abad ini secara umum mencakup beberapa hal:

  1. Penghimpunan hadis sudah lebih tersusun yang berupa bab-bab dan pasal-pasal.
  2. Cakupan hadis berupa: Hadis Rasul, perkataan Sahabat, dan fatwa Tabiin.
  3. Metode kodifikasi hadis: hadis-hadis yang serupa dijadikan satu bab atau kitab yang akan menjadi sebuah karangan.
  4. Asal usul isi karangan: berasal dari perkataan sahabat dan fatwa tabiin yang ditulis dalam lembaran-lembaran, yang mana ditransmisikan secara lisan pada masa sahabat dan tabiin.

Bebarapa kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan terkenal di kalangan ahli hadis ialah:

  1. al-Muwaththa, susunan Imam Malik
  2. al-Maghazi wa al-Syiar, susunan Muhammad Ibn Ishaq
  3. al-Jami’, susunan Abd ar-Razzaq ash-Shan’any
  4. al-Mushannaf, susunan Sufyan Ibn Uyaynah
  5. al-Musnad, susunan Abu Hanifah, dll.

Salah satu kitab abad ke-2 yang paling terkenal dan mendapat perhatian ulama dan para ahli adalah al-Muwaththa’ (susunan Imam Malik) karena banyak yang membuat syarah (penjelasannya) dan mukhtashar (ringkasannya). Kitab ini mengandung 1.720 rangkaian khabar dari Nabi Saw, sahabat dan tabiin. Khabar yang musnad sejumlah 600, yang mursal sejumlah 220, yang mauquf sejumlah 613, perkataan tabiin sejumlah 285.

Sistematika Penulisan Imam Malik dalam al-Muwaththa’

Menyebutkan di dalam pendahuluan sebuah judul yang bersal dari hadis Nabi Saw. Jarang dan bahkan tidak ada hadis yang selain dari ulama Madinah, karena tidak pernah rihlah (melakukan perjalanan).

Terkadang menyebutkan perbuatan atau hal-hal yang berkaitan dengan keadaan masyarakat madinah. Terkadang juga menyebutkan tafsir kata secara bahasa dari sebuah hadis ataupun penjelasan hadisnya secara global.

Itulah salah satu contoh sistematika penulisan karangan pada abad 2 yakni Al-Muwaththa, susunan Imam Malik.