hadis

MajalahNabawi.com- Semua umat Islam sepakat bahwa adanya al-Quran adalah sebagai sumber utama dalam pengambilan hukum Islam. Namun tidak semua orang sepakat bahwa hadis nabi juga termasuk dalam mashadir ahkam as-syar’iyah (sumber utama syariah). Padahal, kedudukan sunnah dan Rasulullah sebagai pembawa ajaran agama Allah sudah banyak dijelaskan dalam Al-Quran.

Golongan Pengingkar Sunnah

Semasa hidup Rasulullah para sahabat dapat bertanya apapun baik tentang masalah sosial dan masalah keagaaman, itulah yang akan menjadi cikal bakal hadis nabi. Maka setelah Rasulullah wafat yang menajadi sumber rujukan setelah Al-Quran adalah sabda-sabda nabi, baik perkataan maupun perbuatan.

Akan tetapi pada zaman sahabat banyak ditemukan golongan yang tidak mempercayai adanya eksistensi sunnah atau sering disebut inkaru sunnah. Ekstrimnya golongan tersebut sengaja mengikuti kajian-kajian sunnah yang dilakukan oleh para sahabat hanya untuk memantau perkembangan hadis nabi sekaligus mendebatnya.

Salah satu contohya dalam majelis sahabat Imran bin Hushain, ketika itu beliau sedang mengadakan mejelis pengkajian hadis bersama para sahabat lain, kemudian di tengah-tengah pengajian ada seorang laki-laki yang berkata “jangan beritahu kami apapun selain Qur’an” sahabat Imran menjawab:

Bagaimana menurut kamu apabila aku tugaskan kepadamu untuk mencari ayat dalam alquran yang menjelaskan bahwa jumlah rakaat sholat dhuhur adalah 4. Jumlah rakaat shiolat ashar 4, dan shalat maghrib 3. Apakah bisa kau menemukan hukum-hukum tersebut di Al-Quran?  Sungguh barang siapa dari suatu kaum yang mengambil sesuatu dari kami (hadis) tidak akan tersesat”.

Peristiwa tersebut mengindikasikan bahwa disamping banyaknya sahabat yang menaruh perhatian lebih terhadap hadis nabi terdapat juga sekolompok golongan yang tidak menerima eksistensi adanya hadis. Puncak berkembangnya golongan inkaru sunnah ada pada masa khalifah Abu Bakar. Oleh sebab itu fokus kekhalifan Abu Bakar bukan pada periwayatan atau pembukuan ilmu hadis namun lebih terhadap pemberantasan para murtadin dan golongan inkaru sunnah.

Masa Khalifah Umar

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab jumlah periwayatan hadis juga masih sedikit. Taqlilu riwayat pada masa itu didasarkan pada kehawatiran adanya seseorang mengatasnamakan segala sesuatu yang baik kepada Nabi Muhammad. Padahal, belum tentu semua perkataan baik bersumber dari lisan Rasulullah.

Dan jika hal itu terjadi maka  bisa mengakibatkan tersebarnya hadis palsu. Alasan lain dari taqlilu riwayat pada masa itu karena ketika itu Al-Quran belum sepenuhnya dibukukan. Maka Umar bin Khattab sangat selektif apabila mendengar orang yang meriwayatkan hadis, karena ditakutkan tercampurya antara nash Al-Quran dan nash hadis.

Mulai semaraknya periwayatan hadis adalah ketika masa tabiin. Di mana banyak tabiin yang menghafal hadis mulai mengumpulkannya dan menggolongkannya per bab. Juga melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari hadis-hadis yang ada pada sahabat.

Sejatinya, periwayatan hadis sudah ada sejak zaman Rasulullah, namun cara sahabat menjaga hadis berbeda dengan cara tabiin. Mereka menjaga dengan menghafal dan menulis untuk kepentingan pribadi saja tanpa adanya istilah sanad. Karena sahabat mendapatkan hadis langsung dari Rasulullah.