Merunut Mimpi Sendiri

majalahnabawi.comMimpi yang menjadi ruh dari kebebasan seseorang. Ingat, sebagai manusia kita harus punya mimpi, terlebih di usia kita sekarang ini. Mimpi apa? Terserah kita, ikuti kata hati.

Jika teringat tentang hidup dan waktu, kita sering kali menjadi geram dibuatnya. Rahang yang mengeras, tangan yang mengepal, perut yang mual sudah menjadi keniscayaan perenungan makna dan thelos hidup. Setiap pertanyaaan dan persoalan yang mulai teratasi selalu memunculkan pertanyaan baru lagi. Seakan persoalan tentang kehidupan tak pernah berjodoh dengan segala jawaban. Tujuan kita hidup ya untuk beribadah sebagaimana firman Tuhan, begitu kata sementara orang. Tapi memangnya apa arti ibadah? Semudah itukah memaknai ibadah sebagai thelos hidup.

Terlepas dari kata ibadah ataupun firman Tuhan, aku tertarik untuk memaknai hidup dengan kebebasan, hak. Selama tak menginjak hak orang lain, dan hak Tuhan tentunya karena kita golongan yang percaya eksistensi Tuhan, kita bebas untuk melakukan apa yang kita mau.

Hidup terlalu indah untuk sekedar menuruti apa yang indah bagi orang lain. Namun, kebebasan akan menjadi hidup saat ia bernyawa. Adalah mimpi yang menjadi ruh dari kebebasan seseorang. Ingat, sebagai manusia kita harus punya mimpi, terlebih di usia kita sekarang ini. Mimpi apa? Terserah kita, ikuti kata hati.

Jangan Tercemari Orang Lain pada Mimpi Kita

Kita tak boleh membiarkan kata orang lain mencemari apa yang kita cita-citakan. Di sini akal dan perasan kita berperan penting dalam mempertimbangkan masukan orang, apakah itu termasuk pencemaran atau justru penyadaran. Peduli setan dengan kata orang!

Bermimpilah dengan mimpi yang kita sukai. Bukankah yang menjalani hidup ini jiwa dan raga kita, tidak mulut dan tangan orang lain. Hidup terlalu sempit untuk menjalani semua keinginan orang.

Thoreau (19 M), pernah berkata, “Lebih dari cinta, uang, keyakinan, ketenaran, dan keadilan. Berikan aku kejujuran!” Disadari atau tidak, kita terlalu memuja-muja perempuan, kekayaan, dan lain-lain. Padahal yang sangat berharga dari hidup kita adalah kejujuran. Kejujuran terhadap diri sendiri. Karena pengkhianat sejati adalah mereka yang mengkhianati diri sendiri.

Ada seorang yang menurut saya terlalu ekstrem memaknai kehidupan, ia hidup di abad 20 M. Christopher Mc Candlles. Ia meninggalkan orang tuanya, keluarganya, sekolahnya, teman-temannya, gurunya, bahkan Tuhannya hanya untuk kemerdekaan, bahagia. Segala sesuatu yang memenjarakannya ia tinggalkan. Ia pergi ke Alaska, menyatu dengan alam. Sebelum pergi semua hartanya ditinggalkannya, kecuali kebutuhan  logistik seadanya. Baginya harta, keluarga, wanita dengan segala atributnya hanyalah memenjarakan dunia seseorang dan  membuatnya hidup dalam ke-was-was-an. Gila bukan? Tapi itulah filsafat yang ia lakukan. Filsafatnya tidak hanya menjamur di saraf-saraf otak tapi sudah mengakar hingga ke sum-sum tulang.

Merealisasikan Mimpi

Bermimpilah, untuk kemudian kau capai. Jangan sampai mimpi kita menjadi bunga tidur di siang bolong. Yang harus kita lakukan sejak kini adalah temui keasikan kita, kemudian keluar dari comfort zone untuk merunut perjalanan mimpi dari sekarang.

Di tengah runutan perjalanan mimpi, pasti kita akan menemui kebosanan. Wajar. Toh, kendaraan saja membutuhkan bensin untuk terus melanjutkan perjalanan. Matahari pun butuh bersembunyi untuk kembali dengan semangat baru lagi. Rehatkan jiwa-raga untuk memulihkan semangat yang mulai meranggas merapuh. Bisa dengan berlibur ke alam, melipir ke warung kopi, dan lain sebagainya sesuai selera. Tentukan mimpi agar kita tak sering gabut. Hei kawan! Memang gabut wajar, tapi gabut kok setiap hari. Semoga kita tak naik kereta yang salah jalur.

Similar Posts