Metode Tahfiz Ala Syekh Ayman Rusydi Suwaid

Majalahnabawi.com – Al-Quran merupakan kalam Allah yang secara harfiah  memiliki arti “bacaan yang sempurna”. Kitab ini menjadi mukjizat terbesar yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sejak belasan abad silam. Kandungan yang dimilikinya mencakup segala ajaran yang menjadi pokok syariat agama Islam yang rahmatan lil alamin. Susunan gramatikal bahasa yang termaktub di dalam kitab suci ini tidak akan ada yang dapat menandingi keindahannya. Tiada bacaan sebanyak kosa kata al-Quran yang berjumlah 77.439 dengan 323.015 huruf yang seimbang jumlah kata-katanya, baik antara kata dengan padanannya, maupun kata dengan lawan kata dan dampaknya. Demikian ungkap Prof. Quraish Shihab. Al-Quran senantiasa dijaga dengan adanya para hafiz al-Quran yang menggunakan berbagai metode dan cara yang memudahkan untuk menghafalnya.

Kemuliaan Pembaca dan Penghafal al-Quran

Karena memiliki nilai kemukjizatan yang amat melimpah, membaca dan menghafal kitab ini pun menghasilkan kebaikan atau pahala yang melimpah pula, bahkan bagi orang yang masih terbata-bata dalam membacanya. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah Saw:

الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ، وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ، لَهُ أَجْرَانِ

Orang yang mahir membaca al-Quran, maka kedudukannya di akhirat ditemani para malaikat yang mulia. Orang yang membaca al-Quran dengan terbata-bata, dan ia sulit dalam membacanya, maka ia mendapat dua pahala” (HR. Muslim)

Seiring perkembangan zaman, menghafal al-Quran seolah-olah menjadi tren tersendiri di kalangan umat muslim. Para orang tua berbondong-bondong memasukkan anaknya ke pesantren atau lembaga tahfiz agar sang anak bisa mengkhatamkan hafalan al-Quran dengan maksimal. Puslitbang Pendidikan Agama Islam dan Keagamaan Kementerian Agama RI pada tahun 2005 menyebut beberapa faktor yang melatarbelakangi berdirinya pesantren atau lembaga tahfiz. Misalnya adanya keinginan kuat dari para hafiz untuk mengembangkan pembelajaran tahfiz demi menjawab animo masyarakat untuk menghafal al-Quran. Di sisi lain, lembaga/ pesantren yang fokus pada tahfiz tidak demikian banyak.

Metode Tahfiz Ala Syekh Ayman Rusydi Suwaid

Dari sini muncul banyak metode tahfiz dengan kekhasan masing-masing, meskipun pada praktiknya satu sama lain tidak berbeda jauh. Penasihat Organisasi Tahfiz International, Syekh Ayman Rusydi Suwaid, menjelaskan bahwa menghafal al-Quran secara umum melibatkan empat jenis metode inti:

Pertama, melihat (al-nazhr bi al-‘ayn). Metode dengan melihat mushaf ini paling lazim dipraktikkan oleh umat Islam. Mekanismenya seorang penghafal terlebih dahulu melihat ayat demi ayat di mushaf al-Quran, kemudian menghafal atau mengingat ayat tersebut ke dalam hati dan pikirannya. Pasca kodifikasi al-Quran ke dalam mushaf pada era Khalifah Usman bin Affan, mushaf-mushaf yang telah sempurna penulisannya disebar ke berbagai penjuru negara Islam, seperti Mesir, Damaskus, Kufah, Bashrah dan lain-lain. Mushaf-mushaf tersebut kemudian dilihat (dibaca) dan dihafal oleh umat Islam di penjuru bumi sampai sekarang. Dalam metode melihat, visual merupakan faktor yang amat dominan, karena melibatkan mata yang melihat ayat-ayat yang akan dihafal di dalam hati dan pikiran.

Metode Kedua

Kedua, mendengar (al-sima’ bi al-udzun). Metode ini menekankan pada kegiatan mendengar bacaan al-Quran melalui telinga dari berbagai sumber, seperti dari bacaan orang lain atau sarana lainnya. Sarana yang paling masyhur untuk mendengar bacaan al-Quran di era sekarang adalah melalui media elektronik, seperti MP3, rekaman di radio, dan rekaman bacaan al-Quran dari para qari ternama pada platform gawai. Metode mendengar banyak digemari oleh masyarakat dewasa ini, terutama anak usia dini. Metode ini dirasa simpel tanpa harus sering melihat mushaf serta efektif bagi masyarakat yang sibuk dan tidak sempat membawa mushaf al-Quran ke mana-mana. Kecenderungan audio melalui telinga menjadi faktor sangat penting untuk mencapai keberhasilan menghafal.

Metode Ketiga

Ketiga, mengucapkan (al-nuthq bi al-famm). Perbedaan metode ini dengan metode melihat adalah metode ini bersifat talqîn, yakni seorang guru mengajarkan bacaan ayat al-Quran lalu diikuti oleh murid yang menghafal. Orang yang pertama kali mempraktikkan metode ini adalah Rasulullah Saw saat menerima wahyu dari Malaikat Jibril di Gua Hira. Saat itu, Jibril membimbing Nabi Saw untuk membaca wahyu pertama yakni surah al-‘Alaq: 1-5, lalu Nabi mengikuti bacaan tersebut dengan lisannya.

Metode Keempat

Keempat, menulis (al-kitabah). Ini merupakan metode penguat dari tiga metode sebelumnya. Metode ini menekankan pada penulisan ayat setelah dihafal sebelumnya. Pada zaman Nabi, para sahabat diminta untuk menulis ayat-ayat yang baru turun kepada Nabi Muhammad Saw melalui berbagai media seperti daun, pelepah kurma, batu, dan lain-lain. Hanya saja penulisan ayat pada zaman tersebut tujuan utamanya adalah untuk mengumpulkan dan menjaga autentisitas al-Quran dengan baik. Di era sekarang, menulis al-Quran menjadi metode pembantu dalam menghafal. Di Maroko, metode ini sangat terkenal di mana para penghafal di negeri itu menuliskan hafalannya di atas papan kecil yang dipegang oleh masing-masing murid, kemudian setelah benar-benar hafal secara kuat (mutqin), tulisan di papan tersebut dicuci dengan air dan dikeringkan. Cara ini bertujuan untuk membantu penghafal dalam menguatkan hafalannya dengan cara memvisualisasikannya dalam bentuk tulisan.

Inilah empat metode inti menghafal al-Quran yang dipaparkan oleh pakar qiraat lulusan Universitas al-Azhar itu, sebagaimana dalam karyanya, al-Tajwid al-Mushawwar. Dari empat metode itulah lahir rincian-rincian trik atau metode menghafal al-Quran yang sangat beragam, sebagaimana terjadi di Indonesia.

Dari keempat metode tersebut, metode apa yang kamu gunakan untuk menghafal al-Quran?

Similar Posts