shalawat nariyah khasiat

Majalahnabawi.com – Tiga hari yang lalu, Selasa 2 Maret 2021, Alhamdulillah, saya berkesempatan menyimak langsung pemaparan Dr. Alvian terkait sejarah Shalawat Nariyah (SN). Mas Alvian adalah kakak kelas, baik di Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ataupun di Ma’had Darus-Sunnah Jakarta, asuhan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. (1952-2016). Selama 10 tahun terakhir (2010-2020), Mas Alvian telah tuntas menyelesaikan studi S2 dan S3 di Dar el-Hadith Rabat Maroko. Sambil menuliskan disertasinya, alumni Pesantren Nurul Jadid Probolinggo itu serius melacak jejak sejarah Shalawat Nariyah di tanah Maghrib.

SN adalah salah satu bacaan shalawat yang masyhur diamalkan masyarakat muslim di bebagai negara, termasuk Indonesia. Baik diwirid sendiri-sendiri ataupun berjamaah di mushala dan masjid. Dalam buku berjudul “Shalawat Nariyah; Sejarah dan Khasiatnya” (2020), Mas Alvian mengulas secara detail dan sistematis keberadaan SN. Besar kemungkinan, sebagian dari kita ada yang belum mengetahuinya. Sehingga menganggap SN sebagai amaliyah bid’ah dan syirik.

Secara bernas, buku yang dieditori oleh Gus Rizal Mumazziq ini terbagi ke dalam 9 bab. Mulai dari bab 1 yang mengulas sejarah SN, bab 2 menjelaskan praktik wirid, ijazah, sanad dan doa SN, bab 3 tentang syarah (penjelasan) SN berdasarkan hadis, hingga bab 9 yang mencantumkan foto-foto dokumenter naskah SN. Di masing-masing bab bertebaran ragam rujukan klasik dan kontemporer. Mulai dari bidang tafsir, ulumul Quran, fikih, tasawuf, sirah, shalawat, tarajim, fatawa, hingga linguistik. Kekayaan dan kedalaman literatur ini menambah bobot ilmiah buku setebal 396 halaman itu.

Hal Menarik dari Buku Shalawat Nariyah; Sejarah dan Khasiatnya

Bagi saya, setidaknya ada tiga hal menarik dari buku terbitan Imtiyaz Surabaya ini. Pertama, di bagian awal, kita disajikan tiga pendapat ulama terkait penggubah SN. Syaikh Abdullah al-Ghumari menyatakan bahwa SN dianggit oleh Syaikh Ibrahim al-Tazi (886 H). Pendapat ini didukung oleh Habib Mundzir al-Musawa, Sayyid Muhammad Zaki Ibrahim, dan lainnya. Syaikh Ali Jum’ah meyatakan bahwa SN digubah oleh Ahmad al-Tazi. Terakhir, pendapat Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki menyatakan bahwa SN dianggit oleh Abdul Wahab al-Tazi. Dengan argumentasi yang detail, Mas Alvian mengunggulkan pendapat yang pertama. Penggubah SN adalah Syaikh Ibrahim al-Tazi.

Kedua, di bagian ketiga, kita disajikan uraian yang mendalam terkait SN dalam perspektif hadis. Setiap frasa dari SN ditunjukkan sandaran dalil hadisnya. Tidak sekedar mencantumkan matan hadis dari kitab-kitab primer, semisal al-Kutub al-Sittah, namun juga dikaji kualitas sanadnya. Tidak ketinggalan dirujuk pula keterangan (syarah) kitab-kitab hadis. Semisal Fath al-Bari karya imam Ibnu Hajar al-Asqalani (773-852 H) dan Syarah Muslim karya imam al-Nawawi (631-676 H). Secara tidak langsung, bagian ini sangat perlu dibaca oleh sebagian kalangan dari kita yang belum mengetahui keberadaan SN, sehingga terburu-buru untuk mengatakannya sebagai amaliyah bid’ah.

Ketiga, dari buku ini, kita akan mafhum mengapa SN disebut Shalawat Nariyah. Meskipun dalam beberapa negara, SN disebut dengan Shalawat Taziyah, Shalawat Tafrijiyah-Qurthubiyah, dan Shalawat Kamilah. SN yang secara bahasa berarti shalawat api, dinamakan seperti itu karena keutamaannya yang sudah banyak dirasakan. Dengan membaca shalawat ini, berbagai hajat mudah dan cepat diijabah. Sudah barang tentu, ini hanyalah wasilah. Hakikatnya adalah berada dalam kekuasaan Allah Swt.

Lantas tertarikah anda?

By Muhammad Hanifuddin

Dosen di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences