Perempuan dalam Tilikan Al-Quran

majalahnabawi.com – segi lafaz, “wanita” sudah memiliki keunikan tersendiri. Lafaz “(النِّسَاء) al-Nisa” yang berarti wanita dalam bahasa Arab merupakan bentuk jamak dari lafaz tunggal “(الْمَرْأَة) al-Mar’ah“. Jika diperhatikan, korelasi antar kedua kata tersebut tidak bisa ditebak. Padahal jika memiliki persamaan makna, biasanya antar bentuk dalam bahasa Arab memiliki akar kata yang sama. Seperti kata “laki-laki” yang dalam bahasa Arab disebut “(الرَّجُل) al-Rajul“, ia memiliki bentuk jamak “(الرِّجَال) al-Rijal“, sebuah kata yang masih memiliki korelasi akar kata dari bentuk tunggalnya dan mudah ditebak pola perubahannya.

Nah, Jika dari segi lafaznya saja “wanita” sudah unik, maka apalagi dari segi-segi lainnya. Mari kita simak bagaimana al-Quran menjelaskan salah satu ciptaan Allah Swt yang luar biasa ini.

Lafaz Wanita dalam Al-Quran

Di dalam al-Quran, lafazal-Nisa” disebutkan sebanyak 57 kali sedangkan kata yang se-akar dengannya yaitu “niswatun” disebut sebanyak dua kali. Kata “wanita” di dalam al-Quran juga kadang disebutkan menggunakan istilah lain, seperti “Mar’ahZaujahAhlUntsaBint” yang semuanya menunjuk pada arti wanita meskipun secara spesifik memiliki perbedaan makna.

Bahkan di dalam al-Quran sendiri ada dua surat khusus yang secara global membahas perihal perempuan. Surat yang pertama adalah surat al-Nisa, di mana pada awal surat ini Allah menerangkan tentang penciptaan wanita (ayat 1) dan menutup surat ini dengan pembahasan hak waris untuk wanita (ayat 176). Adapun ayat lainnya dalam surat ini banyak menjelaskan perihal wanita dari mulai lahir hingga wafatnya.

Surat kedua yang dimaksud di sini adalah surat al-Thalaq yang di antara isinya menjelaskan tentang masa ‘iddah perempuan, penghidupan dan hak nafkah setelah berpisah dengan suaminya. Jika dibandingkan memang surat An-Nisa lebih panjang dari pada surat al-Thalaq, dan oleh sebab itu para ulama menamakan yang pertama sebagai surat al-Nisa al-Kubra (besar), sedangkan yang kedua disebut sebagai surat al-Nisa al-Sughra (kecil).

Kisah Wanita dalam Al-Quran

Di sisi lain, kita juga bisa menemukan banyak kisah yang diceritakan di dalam al-Quran, salah satu tokoh sentralnya adalah seorang wanita. Sebut saja misalkan kisah istri nabi Adam, istri nabi Ibrahim, kisah istri-istri nabi Muhammad, Maryam ibunda nabi Isa, ratu negeri Saba’, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh terpuji yang disebut dalam al-Quran. Hal ini menunjukkan bahwa al-Quran menempatkan wanita di posisi yang luar biasa istimewa dan tidak meletakannya di bawah posisi laki-laki.

Padahal seperti kita tahu ketika Islam datang di jazirah Arab, saat itu wanita dianggap sebagai makhluk yang tidak berarti. Secara strata sosial mereka tidak begitu diperhitungkan sehingga diperlakukan semena-mena, tidak mendapatkan hak waris melainkan dijadikan objek waris, dan bahkan kehadirannya dianggap sebagai aib. Lalu Islam pun datang dan merevolusi konsep sosial tersebut sehingga harkat dan martabat perempuan pun terangkat dan mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah Swt.

Ketika Islam datang, wanita tidak lagi dianggap sebagai objek kaum Adam, melainkan wanita ditempatkan sejajar sebagai partner laki-laki dalam membangun dan membina rumah tangga. Allah Swt berfirman dalam surat al-Rum ayat 21:

وَمِنْ اٰيٰتِه أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗإِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَأيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Dalam konsep ibadah pun laki-laki dan wanita memiliki kedudukan yang sama dan hanya dibedakan berdasarkan kualitas amalnya saja, bukan berdasarkan gender. Hal ini bisa kita lihat dalam surat Ali Imran ayat 195:

فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّيْ لَآ أُضِيْعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِّنْكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثٰى ۚ بَعْضُكُمْ مِّنْ بَعْضٍ ۚ

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain”

Keseimbangan Laki-laki dan Perempuan 

Pun dalam konsep rumah tangga, seorang istri tidak ditempatkan sebagai pembantu apalagi pemuas suami. Sepasang suami-istri memiliki kewajiban dan hak yang adil dalam pandangan Islam. Allah Swt berfirman dalam surat al-Baqarah 228:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ࣖ

Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana

Adapun sebagian ayat al-Quran yang dianggap sebagai keberpihakan al-Quran kepada kaum laki-laki, maka harus dibaca dan dipahami secara komprehensif melalui tafsiran para ulama yang kredibel dalam memberikan penjelasan terkait ayat tersebut. Misalkan saja ketika kita membaca surat An-Nisa ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ أَنْفَقُوْا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۗ

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.”

Ayat tersebut jika dipahami secara mendalam dan seksama sama sekali tidak berbicara tentang unggulnya derajat laki-laki dibandingkan wanita. Justru ayat ini berbicara tentang tanggung jawab laki-laki (suami) untuk melindungi dan menafkahi istrinya, lantaran mereka telah dianugerahi kemampuan fisik dan non fisik yang lebih dari pada wanita. Begitu lah salah satu penjelasan ayat tersebut menurut salah satu mufasir kontemporer yang baru saja wafat beberapa waktu lalu, Syekh Muhammad Ali al-Shabuni. Allahu yarhamhu.

Demikian uraian singkat tafsir mau’dhui kali ini. Sangat luas kiranya jika dijabarkan secara detail perihal wanita di dalam al-Quran, tapi paling tidak kita telah memahami bahwa al-Quran menempatkan wanita di posisi yang mulia sebagai makhluk Allah Swt yang bertakwa.

Similar Posts