Majalahnabawi.comSumur yang dibeli dan diwakafkan oleh Sayyidina Usman untuk umat Islam merupakan amal jariyah dan investasi yang masih ada sampai sekarang.

Hitungan dalam ajaran agama Islam tidak seperti perhitungan yang ada di kalangan umat manusia, secara logika jika kita memberi maka akan berkurang apa yang kita miliki. Namun hal tersebut tidak berlaku dalam Islam, agama Islam menganjurkan penganutnya untuk senantiasa memberi dan niscaya akan Allah gantikan dengan yang lebih baik atau bahkan dilipatgandakan. Hal ini sejalan dengan ayat al-Quran yang terletak pada surah al-Baqarah ayat 261. Perlu digarisbawahi bahwa bentuk pemberian dari Allah, tidak selalu berkaitan dengan harta atau benda. Hal tersebut bisa berupa kesehatan, kemudahan dalam menggapai asa dan cita, ketenagan hati dan lain sebagainya.

Terdapat sebuah sumur di Madinah yang dikenal dengan “Sumur Usman” atau The Well of Usman. Pada mulanya sumur tersebut adalah milik seorang Yahudi bernama Ruma. Sumur tersebut merupakan sumber kehidupan bagi penduduk Madinah pada saat itu.

Setiap penduduk Madinah yang ingin membeli air pada sumur tersebut, maka sang Yahudi akan menaikkan harga sesuai dengan yang dia inginkan. Hal tersebut pun menjadikan rakyat Madinah kesusahan. Melihat hal ini, Rasulullah Saw berkata, “Jika ada yang bisa membeli sumur ini, balasannya adalah Surga.”

Ladang Bisnis Yang Tidak Pernah Putus

Sayyidina Usman bin Affan pun berniat untuk membeli sumur tersebut dari Ruma, namun Ruma tentu tidak ingin menjualnya, karena sumur tersebut adalah ladang bisnisnya. Sayyidina Usman r.a bukan hanya pembisnis yang sukses, namun beliau juga sosok negosiator yang ulung.

Beliau mengatakan kepada Ruma, “Aku akan membeli setengah dari sumurmu dengan harga yang pantas, jadi kita bergantian menjual air, hari ini kamu, besok saya.” Melalui negosiasi yang cukup sengit, akhirnya Ruma setuju untuk menjual sumurnya senilai 8000 dirham dan memberikan hak pemasaran 50% kepada sayyidina Usman bin Affan.

Setelah itu, Sayyidina Usman memberikan air yang terdapat pada sumur tersebut secara cuma-cuma sehingga warga Madinah tidak perlu membeli air dari orang Yahudi. Merasa rugi, Ruma pun akhirnya menjual sumur tersebut secara keseluruhan pada Sayyidina Usman bin Affan. Dan sampai saat ini sumur tersebut masih dimanfaatkan. Sungguh indah perilaku beliau dengan rela berkorban demi kepentingan umat. Boleh jadi hal ini menjadi amal jariyah bagi Sayyidina Utsman bin Affan r.a. Amal yang berkelanjutan dan menghasilkan pahala jariyah, pahala yang terus mengalir meskipun sang pelaku kebajikan tersebut telah meninggal dunia. Di samping itu, terdapat sebuah hadis dalam kitab Sunan Ibn Majah yang berkaitan dengan amal jariyah

Hadis Amal Jariyah

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَحَثَّ عَلَيْهِ، فَقَالَ رَجُلٌ، عِنْدِي كَذَا وَكَذَا، قَالَ، فَمَا بَقِيَ فِي الْمَجْلِسِ رَجُلٌ إِلَّا تَصَدَّقَ عَلَيْهِ بِمَا قَلَّ أَوْ كَثُرَ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنِ اسْتَنَّ خَيْرًا فَاسْتُنَّ بِهِ، كَانَ لَهُ أَجْرُهُ كَامِلًا، وَمِنْ أُجُورِ مَنِ اسْتَنَّ بِهِ، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنِ اسْتَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَاسْتُنَّ بِهِ، فَعَلَيْهِ وِزْرُهُ كَامِلًا، وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِي اسْتَنَّ بِهِ، وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا»

Seorang lelaki datang kepada Nabi ﷺ, lalu beliau memberi motivasi kepadanya (untuk beramal dengan sesuatu). Seorang laki-laki di antara kami berkata, “Aku mempunyai seperti ini dan seperti ini.” Abu Hurairah berkata, Maka tidak seorangpun yang ada di majelis tersebut kecuali ia bersedekah kepada Nabi baik sedikit maupun banyak. Kemudian Rasulullah ﷺ pun bersabda, “Barangsiapa membuat sunnah yang baik, kemudian sunnah itu menjadi teladan, maka ia akan mendapatkan pahala amalnya secara sempurna berserta pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa membuat sunnah yang buruk, kemudian sunnah itu menjadi teladan, maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatannya secara sempurna beserta dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”

Hadis di atas menjelaskan tentang keutamaan memulai amalan baik, lalu amalan baik tersebut diikuti oleh yang lainnya. Pahala yang akan didapatkan oleh pelopor kebaikan tidaklah berkurang sama sekali, justru bertambah dan berlipat ganda sebab amalan yang dilakukan oleh orang setelahnya. Begitupun sebaliknya dengan amalan buruk, keburukan tersebut dapat menjadi dosa jariyah, jika perilaku buruknya diikuti oleh orang setelahnya. Semoga Allah mengizinkan kita menjadi hamba yang dapat memiliki amal jariyah dan menjauhkan kita dari amalan buruk yang dapat menghasilkan dosa. aamiin