Majalahnabawi.com – Najis dalam fikih merupakan sesuatu yang menjijikan. Tapi tidak semua hal yang menjijikan menurut kita itu najis menurut fikih. Ketika terdapat najis, kita harus mensucikannya dengan aturan yang telah dirumuskan para ulama dalam karya-karya mereka. Semisal, darah maka harus dibasuh sehingga tidak tersisa warna, bau dan rasanya.

Lalu, bagaimana dengan benda-benda yang sangat rentan sekali dengan air. Laptop misalnya. Bila terkena najis, apakah perlu dibasuh dan disiram pula? Sedangkan laptop sangat anti dengan air, karena hal itu dapat menyebabkan kerusakan. Lalu, bagaimana fikih memandang cara mensucikannya di laptop?

Solusinya dan Dalil Kitabnya

Kasus di atas sama seperti ketika kasur kita terkena kencing bayi yang sedang bermain di atasnya dan kemudian kencing di kasur. Adapun cara mensucikannya adalah dengan menjemurnya di bawah terik matahari sampai kering. Pendapat itu mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah bahwa api dan sinar matahari sah digunakan untuk mensucikan najis.

Pendapat Imam Abi Hanifah itu dikuatkan oleh Syekh Abdul Wahab bin Ahmad al-Sya’rani dalam kitabnya al-Mizan al-Kubro sebagai berikut

لَيْسَ لِلنَّارِ وَالشَّمْسِ فِيْ إِزَالَةِ النَّجَاسَةِ تَأْثِيْرٌ إِلَّا عِنْدَ أَبِيْ حَنِيْفَةَ حَتَى إِنَّ جِلْدَ الْميِّتَةِ اِذَا جَفَّ فِي الشَّمْسِ طَهُرَ عِنْدَهُ بِلَا دَبْغٍ وَكَذَالِكَ إِذَا كَانَ عَلَى الْأَرْضِ نَجَاسَةٌ فَجَفَّتْ فِي الشَّمسِ طَهُرَ مَوْضِعُهَا

Artinya: Api dan matahari tidaklah memberikan dampak untuk menghilangkan najis. Kecuali menurut Imam Abu Hanifah. Sehingga jika ada kulit bangkai kemudian kering karena terik matahari itu hukumnya suci menurut Imam Abu Hanifah sekalipun tidak disamak. Begitu pula dengan najis yang ada di tanah kemudian kering disebabkan oleh terik matahari maka (tanah) tersebut menjadi suci.

Dari pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwasannya laptop kita bisa suci dengan dijemur di bawah terik matahari.

By Syarif Ubaidillah

Mahasantri Ma'had 'Aly Nurul Jadid Paiton