majalahnabawi.comBegitupun baginda Rasulullah, setidaknya pada bulan ini (Syawal) terkenang pula kisah bahagia yang menjadi sejarah dalam kehidupan beliau tentang pernikahan dengan dua orang istri yang begitu sangat dicintainya yaitu Sayyidah Aisyah r.a dan Sayyidah Ummu Salamah r.a.

Bulan Syawal  akan segera tiba. Seluruh umat muslim di berbagai belahan dunia dan pelosok negeri mengumandangkan takbir, bersuka cita dengan menyambut datangnya hari nan fitrah, hari raya umat Islam.

Setelah berlalu bulan Ramadhan yang penuh keberkahan, bulan di mana segala amal kebaikan dilipatgandakan oleh Sang Mahacinta, Allah Swt. Kini seluruh umat muslim merayakan hari kemenangan, hari di mana setiap muslim bak seperti seorang bayi yang baru lahir yang suci, hari yang penuh dengan banyak sekali kebahagiaan. Bulan Syawal  akan segera tiba.

Begitupun baginda Rasulullah, setidaknya pada bulan ini (Syawal) terkenang pula kisah bahagia yang menjadi sejarah dalam kehidupan beliau tentang pernikahan dengan dua orang istri yang begitu sangat dicintainya yaitu Sayyidah Aisyah r.a dan Sayyidah Ummu Salamah r.a.

Kanjeng Nabi Muhammad Menikah dengan Sayyidah Aisyah

Menikah dengan Sayyidah Aisyah, mengenai pernikahan yang mulia ini, telah diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari di dalam Shahih-nya

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُرِيتُكِ فِي الْمَنَامِ مَرَّتَيْنِ إِذَا رَجُلٌ يَحْمِلُكِ فِي سَرَقَةِ حَرِيرٍ. فَيَقُولُ: هَذِهِ امْرَأَتُكَ فَأَكْشِفُهَا فَإِذَا هِيَ أَنْتِ فَأَقُولُ إِنْ يَكُنْ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ يُمْضِهِ

Dari Aisyah r.a bahwasanya Nabi Saw bersabda kepadanya: “Aku telah melihat kamu di dalam mimpi sebanyak dua kali. Tiba-tiba seseorang membawamu ke dalam secarik kain sutera. Orang itu mengatakan: Inilah isterimu. Lalu aku menyingkapnya. Ternyata dia adalah kamu, maka aku katakan: Jika ini adalah ketetapan dari Allah, maka realisasikanlah.” (HR. Bukhari)

Bulan Syawal merupakan bulan yang dipilih oleh Rasulullah untuk menikahi dan mengumpuli Sayyidah Aisyah. Hal ini tertulis di dalam al-Mu’jam al-Kabir yang disusun oleh Imam al-Thabarani dari Abdullah bin Urwah, Sayyidah Aisyah menyatakan:

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي. قَالَ وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ

Rasulullah Saw menikahiku di bulan Syawal dan menggauliku juga di bulan Syawal. Maka siapakah dari isteri-isteri Rasulullah Saw yang lebih menyenangkan di sisinya dari diriku? Dia berkata: “Sesungguhnya Aisyah menyukai jika ia digauli pada bulan Syawal.” (HR. Muslim)

Menurut Imam al-Nawawi, ucapan tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. Sayyidah Aisyah bermaksud dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik. Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah Swt menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, kaum Jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.

Menjalani Kehidupan Bersama Sang Suri Tauladan

Rasulullah menikahi Sayyidah Aisyah pada saat 2 tahun sebelum hijrah dan dia masih sangat belia. Umurnya saat dinikahi oleh Rasulullah Saw adalah 6 tahun, ada riwayat lain yang mengatakan 7 tahun. Mulai berkumpul bersama Rasulullah Saw pada usia 9 tahun di Madinah. Ketika itu Rasulullah Saw menikahi Sayyidah Aisyah dengan mahar 400 dirham.

Selama kurang lebih 11 tahun menemani hidup Rasulullah, begitu banyak manis pahit yang telah dirasakan bersama mereka. Sayyidah Aisyah melihat sosok Rasulullah sebagai panutan yang sangat sempurna bagi umat dan bagi dirinya. Alangkah bahagia hati Sayyidah Aisyah telah dipersunting dengan seseorang yang memiliki perangai terpuji dan akhlak al-Quran.

Romantisme dan keharmonisan hubungan mereka tergambar dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah sendiri saat di mana Rasulullah mengajaknya untuk berlomba lari: Aisyah menceritakan, “Pada suatu ketika Rasulullah bertanding lari dengan saya, dan saya menang. Kemudian saya berhenti, sehingga ketika badan saya menjadi gemuk, Rasulullah bertanding lagi dengan saya dan ia menang, kemudian ia bersabda, “Kemenangan ini untuk kemenangan itu –atas kekalahan pertama-.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Keluarga Sayyidah Aisyah

Disebutkan pula di dalam kitab Usdul Ghobah tentang kepribadian Sayyidah Aisyah: “Aisyah binti Abu Bakar al-Shiddiq. Beliau juga bergelar al-Shiddiqah binti al-Shiddiq, ibu orang-orang beriman, istri Nabi Saw dan yang paling terkenal dari semua istri Rasulullah. Ibunya bernama Zainab atau yang lebih masyhur dengan nama Ummu Ruman. Ia (Zainab) adalah putri dari ‘Amir bin Uwaimir bin Abdisy Syams bin ‘Attab bin Udzainah bin Suba’i bin Duhman bin al-Harits bin Ghanam bin Malik bin Kinanah al-Kinanah.

Mengenai ibunda Sayyidah Aisyah ini, sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, Ia menceritakan manakala Ummu Ruman diletakan di dalam kuburnya, lantas dengan lisan yang begitu fasih memuji dengan seorang wanita yang meninggal dunia ketika itu, Rasulullah bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى امْرَأَةٍ مِنَ اْلحُوْرِ الْعِيْنِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى أُمِّ رُوْمَانَ

Barangsiapa yang ingin melihat sebagian daripada bidadari surga, hendaklah ia melihat kepada Ummu Ruman” (HR. al-Hakim)

Tak dapat dipungkiri, di tengah lika-liku kisah bahagia pernikahan Sayyidah Aisyah juga tidak lepas dari cobaan, diantaranya ialah ketika Hadits Ifki (berita bohong)  menyebar di kalangan Madinah. Fitnah yang disebarkan oleh kaum munafik guna menghancurkan rumah tangga dan memecah belah hubungan harmonis di antara Sayyidah Aisyah dan Rasulullah.

Kisah Hoaks Tuduhan Keji

Diriwayatkan bahwa memang sudah menjadi tradisi Nabi, ketika hendak bepergian, adalah mengundi nama-nama istrinya; dan nama siapa saja yang keluar, maka dia akan diturutsertakan ikut bersamanya. Pada peperangan dengan bani Musthalik, nama Aisyah pun keluar dalam undian dan ia saat itu pergi bersamanya. Lalu setelah peperangan usai dan musuh pun dapat dikalahkan, pada salah satu pemukiman di pertengahan jalan Madinah, pada suatu malam ketika kafilah hendak beranjak pergi, Aisyah menuju ke suatu tempat untuk membuang hajat. Ketika dia kembali, ternyata kalungnya hilang. Dia pergi ke tempat semula untuk mencari hingga dia menemukannya.

Ketika ia kembali ke pemukiman, ternyata kafilah telah berlalu dengan anggapan bahwa Aisyah telah berada dalam tandu. Mereka mengangkat dan mengikatnya pada tubuh unta kemudian pergi. Saat itu, salah seorang berasal gurun pasir mendekatinya. Karena dia mengenali bahwa yang tertinggal adalah istri Nabi, maka dia merebahkan untanya untuk dinaiki dan mengantarkan Aisyah hingga ke kafilah.

Karena kejadian ini, orang-orang munafik membuat sebuah keributan, sehingga Nabi Saw mengirimnya pulang ke rumah Abu Bakar.  Maka untuk menepis tuduhan ini, Allah Swt menjawab langsung peristiwa tersebut. Bantahan ini termaktub di dalam al-Quran, surah al-Nur ayat 11-26. Dengan demikianlah Allah kembali menyucikan namanya.

Sayyidah Aisyah meninggal di usia 57 tahun, ada pula yang mengatakan 58 tahun di malam Selasa pada tanggal 17 malam di bulan Ramadan dan dia meminta agar dimakamkan di Baqi’ pada waktu malam hari. Usianya tatkala Rasulullah meninggal dunia baru 18 tahun.

Kanjeng Nabi Muhammad Menikah dengan Ummu Salamah

Kebahagiaan Rasulullah yang lain yag tercipta dibulan Syawal ialah pernikahannya dengan Ummu Salamah. Nama sebenarnya adalah Hindun binti Suhail, namun lebih dikenal dengan nama Ummu Salamah. Beliau dibesarkan di lingkungan bangsawan dari Suku Quraisy. Ayahnya bernama Suhail bin Mughirah bin Makhzurn. Di kalangan kaumnya, Suhail dikenal sebagai seorang dermawan sehingga dijuluki Dzadur-Rakib (penjamu para musafir) karena dia selalu menjamu setiap orang yang menyertainya dalam perjalanan. Sedangkan ibunya bernama Atikah binti Amir bin Rabi’ah bin Malik bin Jazimah bin Alqamah al-Kananiyah yang berasal dari Bani Faras.

Ummu Salamah adalah seorang Ummul Mukminin yang berkepribadian kuat, cantik, dan menawan, serta memiliki semangat jihad dan kesabaran dalam menghadapi cobaan, lebih-lebih setelah berpisah dengan suami dan anak-anaknya. Berkat kematangan berpikir dan ketepatan dalam mengambil keputusan, dia mendapatkan kedudukan mulia di sisi Rasulullah Saw.

Kepribadian Sayyidah Ummu Salamah

Di dalam sirah Ummahatul Mukminin dijelaskan tentang banyaknya sikap mulia dan peristiwa penting darinya yang dapat diteladani kaum muslimin, baik sikapnya sebagai istri yang selalu menjaga kehormatan keluarga maupun sebagai pejuang di jalan Allah. Dengan perkawinan tersebut, maka Ummu Salamah termasuk kalangan Ummahat al-Mu’minin, perkawinannya dilaksanakan pada bulan Syawal tahun ke-4 Hijriyah. Rasulullah menempatkannya di kamar Zainab binti Khuzaimah yang digelari Ummul-Masakiin (ibu bagi orang-orang miskin) sampai Ummu Salamah dipanggil pulang oleh Rabb al-Izzah.  Beberapa keistimewaan yang dimiliki Ummu Salamah adalah ketajaman logika, kematangan berpikir, dan keputusan yang benar atas banyak perkara. Karena itu, ia memiliki kedudukan yang agung di sisi Rasulullah Saw.