Alam Semesta Dalam Perspektif Islam
majalahnabawi.com – Alam adalah segala sesuatu yang ada atau yang dianggap ada oleh manusia di dunia ini, selain Allah beserta Zat dan sifat-Nya. Alam dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, di antaranya adalah alam gaib dan alam syahadah yang dalam bahasa sehari-hari disebut sebagi alam semesta.
Alam semesta merupakan ciptaan Allah yang diurus dengan kehendak dan perhatian-Nya. Allah menciptakan alam semesta ini dengan susunan yang teratur dalam aspek biologi, fisika, kimia, dan geologi beserta semua kaidah sains. Definisi dari alam semesta itu sendiri adalah segala sesuatu yang ada pada diri manusia dan di luar dirinya yang merupakan suatu kesatuan sistem yang unik dan misterius.
Kesempurnaan alam semesta ini sudah dipelajari para ilmuwan ruang angkasa sejak zaman Yunani dan Romawi, zaman kejayaan Kerajaan Islam Dinasti Umawiyah di Damaskus dan Toledo Spanyol serta Dinasti Abbasiyah di Baghdad (abad 8-15 masehi).
Kemudian kajian tentang kesempurnaan alam ruang angkasa ini dilanjutkan para ilmuwan Barat seperti Immanuel Kant dari Jerman (1755), Piere de Laplace dari Prancis (1796), Newton, Chamberlain dan Moulton, Jeans dan Jeffries, Suess dan Wiechert, Albert Einstein, dan sebagainya.
Jika dibandingkan dengan umur bumi yang diperkirakan mencapai 4,5 miliar tahun, alam semesta jauh lebih tua dan diperkirakan mencapai usia 15 miliar tahun. Sementara keberadan manusia di bumi baru mencapai hitungan jutaan tahun seperti manusia purba di Sangiran dan Flores. Jadi keberadan manusia di bumi belum seberapa jika dibandingkan dengan umur bumi yang sudah begitu tua.
Dengan memperhatikan alam semesta, maka akan dapat merinci dan menguraikan serta menerangkan ayat-ayat al-Quran yang pada umumnya merupakan garis-garis besar saja.
Kosmologi
Berikut penulis akan memaparkan sekilas tentang kosmologi atau proses penciptaan alam semesta dalan perspektif Islam:
Kata ‘alam العالَم secara bahasa berarti seluruh alam semesta. Jika dikatakan al-Kauny الكَوْنِي : al-‘Alamy العالَمِي artinya yang meliputi seluruh dunia. Dalam bahasa Yunani, alam semesta atau jagat raya disebut sebagai “kosmos” yang berarti “serasi, harmonis”. Dari segi akar kata, “‘alam” memiliki akar yang sama dengan “‘ilm” (ilmu, pengetahuan) dan “‘alamat” (alamat, pertanda).
Disebut demikian karena jagat raya ini sebagai pertanda adanya Sang Maha Pencipta, yaitu Allah Swt.
Jagat raya juga disebut sebagai ayat-ayat yang menjadi sumber ilmu dan pelajaran bagi manusia. Salah satu pelajaran dan ajaran yang dapat diambil dari pengamatan terhadap alam semesta ialah keserasian, keharmonisan dan ketertiban, bukan suatu kekacauan. Disebabkan sifatnya yang penuh maksud, maka studi tentang alam semesta akan membimbing seseorang kepada kesimpulan positif dan sikap penuh apresiasi
Dalam al-Quran disebutkan bahwa Allah menciptakan alam semesta tidak hanya menggunakan kata khalaqa, tetapi juga menggunakan kata-kata lain seperti ja’ala, bada’a, fathara, shana’a, amara, nasya’a yang arti lahiriahnya sama tetapi maksudnya berbeda.
Di antara ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang proses penciptaan alam semesta ini adalah sebagai berikut:
1. QS. Hud/11: 7
“Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan Arsy-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.”
2. QS. al-Anbiya: 30
“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air, Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
3. QS. Fusshilat: 11
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”.”
Pada permulaan ayat, diawali dengan menyebutkan bahwa dalam menciptakan alam, langit dan bumi memakan waktu selama enam masa, dengan rincian: dua hari menciptakan bumi, dua hari menciptakan segala isinya, dan dua hari menciptakan langit dan segala isinya.
Dalam al-Quran, untuk menyebut alam semesta digunakan ungkapan “السَّموات والأرض وما بينهما”. Ungkapan ini terulang sebanyak 21 kali dalam 15 surat yang berbeda, kesemuanya dapat diartikan seluruh alam, baik yang fisik maupun non fisik. Kata “السَّموات والأرض” yang diartikan dengan langit dan bumi – yang dijelaskan pada QSز al-Anbiya’/21: 30 – pada mulanya keduanya adalah satu kesatuan (ratqan). Kemudian Allah pisahkan menjadi dua, yang satu diangkat-Nya ke atas yang disebut langit, dan yang satu lagi dibiarkan terhampar di bawah disebut dengan bumi. Karena adanya pemisahan antara langit dan bumi itu, maka terciptalah ruang kosong bernama awang-awang yang diungkapkan dengan kata وما بينهما.
Menurut Hasbi ash-Shiddieqy, teori penciptaan alam yang dikemukakan oleh ilmu pengetahuan sesuai dengan teori al-Quran sendiri, seperti tersebut dalam QS. alAnbiya’/21: 30.
Teori-Teori Ilmiah Yang Sesuai dengan al-Quran
Pertama, sebelum dijadikan langit dan bumi, hanya terdapat zarrah-zarrah yang menyerupai kabut dan air yang menjadi unsur pokok terjadinya alam ini.
Kedua, langit dan bumi mulanya adalah suatu paduan, kemudian Allah memisahkannya. Lalu Allah menjadikan udara di antara keduanya yang menghilangkan panas bumi agar manusia dapat hidup di atasnya. Udara yang bergerak dan terus berpindah-pindah itulah yang menyebabkan turunnya hujan yang membentuk laut dan sungai.
Ketiga, yang dinamakan langit bukanlah planet, tetapi ruang yang tidak terbatas, hanya Allah sendiri yang mengetahuinya. Ruang itulah yang menjadi tempat beredarnya seluruh bintang-bintang. Dapat dikatakan bahwa yang dikehendaki dengan tujuh petala langit ialah “tujuh kelompok gugusan bintang” yang masing-masing beredar menurut garis edarnya
Pada QS. Fushshilat/41:11 Allah menjelaskan bahwa dalam proses penciptaan alam semesta terdiri dari dua tahap. Pertama, alam semesta diciptakan dalam bentuk asap (dukhan). Ibnu Katsir menafsirkan dukhan dengan sejenis uap air. Kedua, terpecahnya asap menjadi berbagai benda-benda langit. Penjelasan ini sama seperti yang diakui oleh kebanyakan pakar astrofisika saat ini, yakni teori ledakan besar Big Bang.
Menurut teori ini, puluhan atau mungkin ratusan miliar tahun silam terdapat sebuah tumpukan gas yang terdiri dari hydrogen dan helium yang berotasi perlahan-lahan. Kemudian gas pecah dalam suatu peristiwa yang disebut “ledakan besar” dan selanjutnya membentuk benda-benda langit yang kini dikenal dengan galaksi. Dalam alam semesta terdapat bermiliar-miliar galaksi, masing-masing berotasi pada sumbunya berpadu sedemikian rupa sehingga satu sama lain tidak bertabrakan
Pada tahap kedua, galaksi pecah dan menjadi bermiliar-miliar bintang, salah satu di antara bintang itu adalah matahari. Setiap gas yang membentuk bintang pecah sebagai tahap ketiga untuk membentuk planet-planet yang mengelilingi bintang. Setiap bintang dan planet berotasi sedemikian rupa sehingga tidak ada tabrakan antara yang satu dengan yang lain. Semua itu adalah sunnatullah, tanda-tanda atau hukum Allah atau dalam istilah ilmiah disebut dengan hukum alam.