majalahnabawi.com – Kita sebagai umat manusia mendapatkan banyak pelajaran dari agama. Di samping agama mengajarkan tata cara ibadah dan bersosial, agama pun mengajarkan nilai-nilai keindahan bagi para pemeluknya. Terkhusus agama Islam, tentu kita sering mendapatkan pelajaran bagaimana pentingnya menjaga alam dan bumi.

Lalu, bagaimana Al-Qur’an dan hadis berbicara tentang kebersihan dan penafsirannya dari berbagai ulama:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Telah nampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (al-Rum [21]: 41)

Berikut beberapa makna fasad, dan penafsiran ulama terhadap ayat tersebut:

Makna fasad dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):

v  kerusakan (moral dan sebagainya); kebinasaan[1]

v  Dalam tafsir Ruh al-Ma’ani

 أَيْ بِسَبَبِ مَا فَعَلَهُ النَّاسُ مِنَ الْمَعَاصِيْ وَالذُّنُوْبِ وَشُؤْمِهِ [بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ]

Dengan tafsir tersebut, seharusnya kita dapat berpikir bahwa banyak kerusakan yang hadir dari kesalahan tangan kita sebagai manusia. Baik itu kesalahan kepada Maha Pencipta, makhluk, maupun kesalahan mereka terhadap alam semesta ini.

Menjaga Keindahan dan Jangan Berlebihan

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (al-A’raf [7]: 31)

Berikut beberapa penafsiran ulama:

v  Dalam Risalah al-Iqtishad (Hidup Sederhana)

Hidup hemat merupakan wujud rasa syukur yang bersifat maknawiyah. Ia merupakan bentuk penghormatan terhadap rahmat Tuhan yang tersimpan dalam karunia dan kebaikan-Nya. Karena hidup boros dan berlebihan akan memberikan dampak-dampak yang buruk.

v  Dalam tafsir Mafatih al-Ghaib

(وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا) وَلَا شَكَّ أَنَّ ذَالِكَ أَمْرُ إِبَاحَةٍ فَوَجَبَ أَنْ يَكُوْنَ قَوْلُهُ  خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ أَمْرَ إِبَاحَةٍ أَيْضًا

Dalam penafsiran ayat di atas, tentu sudah jelas bahwa makan, minum, maupun melakukan hal lainnya merupakan suatu kebolehan. Tapi, ingat jangan berlebihan dalam melakukan suatu hal. Inilah jawaban atas pertanyaaan, “Kenapa plastik menjadi momok yang membahayakan bagi kehidupan pada saat ini?”. Jawabannya ialah, karena kita terlalu boros dalam menggunakan benda tersebut.

Cara Memanfaatkan Kembali Plastik

Lalu, salah satu cara agar plastik menjadi suatu yang berguna kembali ialah mengurangi penggunaannya dan mengolahnya kembali menjadi barang yang bermanfaat.

وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ

205. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.

Berikut penafsirannya:

v  Dalam tafsir Departemen agama RI

(205). Golongan manusia semacam ini, apabila ia telah berlalu dan meninggalkan orang yang ditipunya, ia melaksanakan tujuan yang sebenarnya. Ia melakukan kerusakan-kerusakan di atas bumi; tanaman-tanaman dan buah-buahan dirusak dan binatang ternak dibinasakan, apalah kalau mereka sedang berkuasa, di mana-mana mereka berbuat sesuka hatinya, wanita-wanita dinodai. Tidak ada tempat yang aman dari perbuatan jahatnya. Fitnah di mana-mana mengancam, masyarakat merasa ketakutan dan rumah tangga serta anak-anak berantakan karena tindakannya sewenang-wenang.

Sifat-sifat semacam ini, tidak disukai Allah sedikit pun. Dia murka kepada orang yang berbuat demikian, begitu juga kepada setiap orang yang perkataannya kotor, menjijikan.

Hal-hal yang lahirnya baik, tetapi tidak mendatangkan maslahat, Allah tidak akan meridainya karena Dia tidak memandang cantiknya rupa dan menariknya kata-kata, tetapi Allah memandang kepada ikhlasnya hati dan maslahatnya sesuatu perbuatan.

Sabda Nabi Muhammad Saw:

إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ إِلَى قُلُوْبِكُمْ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ)

Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuhmu dan juga tidak kepada bentukmu, tetapi Allah (hanya) memandang kepada hatimu. (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah ra).

Pelajaran dari Ayat Tersebut

Pertama, larangan untuk merusak tatanan alam maupun kemanusiaan yang ada di muka bumi. Salah satu contoh dari merusak alam ialah membuang sampah sembarangan, menebang pohon-pohonan yang rindang, dan membuat kegiatan-kegiatan yang membuat alam tidak senang dengannya.

Kedua, larangan membunuh hewan tanpa sebab. Dalam agama, semuanya itu sudah teratur rapi melalui Al-Qur’an maupun hadis Nabi yang membicarakan terkait hal tersebut.

Ketiga, kita sebagai manusia harus menjaga lingkungan tersebut. Caranya ialah dengan bercocok tanam, menyirami rumput-rumputan, dan tidak melakukan hal di muka bumi ini yang membuat Allah Swt kemudian murka kepadanya.

وَلَا تُفْسِدُوْا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ

56. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.

Anjuran Ayat Di atas

Berikut beberapa hal yang dapat kita ambil dari ayat di atas:

  1. Laragan melakukan kerusakan di muka bumi ini.
  2. Kita harus senantiasa berdo’a kepada Allah, baik dalam keadaan suka maupun duka.
  3. Allah cinta kepada orang yang melakukan kebaikan. Oleh karena itu berbuat baiklah kepada manusia, alam, hewan, tumbuhan, dan lain sebagainya.