majalahnabawi.com – Selasa, 16 Maret 2021, keluarga besar Pesantren al-Hikam Depok mengadakan Haul KH. Hasyim Muzadi secara terbatas. Alumni dan masyarakat umum dapat mengikuti prosesi haul via online. Sambil menyimak, saya menimang-nimang buku kumpulan ceramah beliau. Buku terbitan Noura, setebal 250 halaman dengan judul “Islam Sejati, Islam dari Hati” (2019). Setidaknya ada 5 wasiat penting yang terngiang.

Pertama, “Pancasila tidak akan diagamakan dan agama tidak akan dipancasilakan. Pancasila hanya pintu gerbang untuk masuknya semua agama membangun Indonesia.”

Kedua, “Islam akan menjadi umat yang paling unggul ketika nilai Islam dipraktikkan, bukan hanya dislogankan.”

Ketiga, “Negara ini tidak boleh dirusak dengan menjadi negara agama, karena di Indonesia ada banyak agama.”

Keempat, “Agama dan negara itu saudara kembar, tidak boleh dipisahkan. Agama itu juga pokok, karena ia peri kehidupan kita di dunia dan di akhirat. Karena itu, agama harus dilindungi dan dijaga oleh kekuasaan. Maka dari itu, tidak boleh membawa agama menabrak negara, atau menggunakan negara untuk melemahkan agama.”

Kelima, “Ada orang yang beranggapan kalau kearab-araban itu berpahala. Padahal sama saja, baik Arab atau bukan Arab, kalau rusak sama saja.”

Kepiawaian Menjaga Kerukunan Warga Negara

Meskipun sudah 4 tahun, KH. Hasyim Muzadi berpulang, joke-joke segar beliau senantiasa hidup menginspirasi. Selain itu, ketulusan dan kepiawaian menjaga kebersamaan antar sesama anak bangsa adalah suri teladan. Baik internal umat Islam maupun antar umat beragama yang berbeda. Dalam berbagai acara, beliau nampak sepenuh hati duduk dengan tokoh-tokoh yang terkadang berbeda dan bahkan berseberangan dengan NU. Beliau bisa duduk tertawa bersama dengan tokoh Muhammadiyah, FPI, ataupun tokoh agamawan non-muslim. Di forum-forum itulah, Ketua umum PBNU dua periode itu mampu menyalakan pijar-pijar spirit kebangsaan.

KH. Hasyim Muzadi lahir di Bangilan Tuban Jawa Timur, 8 Agustus 1944. Setelah lulus dari Sekolah Dasar di Tuban, beliau nyantri di Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Setelah nyantri di Gontor, melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Agama Islam Negeri Malang. Sejak muda, beliau aktif di berbagai organisasi berbasis Nahdlatul Ulama, di antaranya ialah PMII, GP Ansor, PWNU dan PCNU, hingga pada tahun 1999-2009 didapuk sebagai Ketua Umum PBNU.

Beliau wafat di Malang, 16 Maret 2017 pada usia 73 tahun dimakamkan di kediamannya Ponpes al-Hikam Depok.

By Muhammad Hanifuddin

Dosen di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences