memerangi orang kafir

Kedamaian, ketentraman, kesejahteraan serta kebebasan merupakan hal yang didambakan setiap manusia di dunia yang fana ini. Dalam rangka mencapai kesejahteraan tersebut pihak pemerintah membentuk peraturan-peraturan dengan harapan terciptanya masyarakat yang aman, tenteram dan sejahtera. Disamping itu, pemerintah juga mengangkat aspek hak Asasi Manusia.

Tidak hanya pada kehidupan berbangsa, peraturan-peraturan juga termaktub didalam kitab suci umat beragama. Bedanya, peraturan dalam agama dibuat langusung oleh Tuhan Yang Maha Esa itu selain berorientasi menciptakan kesejahteraan di dunia, tapi juga keselamatan di akhirat kelak.

Sebagai contoh, Sikap Toleransi. Ini diatur dalam UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28J. Dengan adanya pasal tersebut warga Indonesia digiring untuk menghormati hak asasi manusia agar terciptanya toleransi.

Agar tidak terkesan seperti pelajaran PKN, mari kita masuk pada pembahasan Toleransi menurut salah satu agama di Indonesia.

Anjuran toleransi dalam Islam termaktub dalam surat Al-Mumtahannah ayat 8-9:

{لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)} [الممتحنة: 8، 9]

“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Seperti yang dikutip dari buku yang berjudul “Toleransi Antar Umat Beragama” Karya Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA beliau mengutip pendapatnya imam al-Syaukani yang menjelaskan maksud ayat ini bahwasanya Allah tidak melarang berbuat baik kepada kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam dalam menghindari peperangan dan tidak membantu orang kafir lainnya dalam memerangi umat Islam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak melarang bersikap adil dalam bermuamalah dengan mereka.

Dalam hal ini Nabi SAW bersabda,

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الجَنَّةِ  وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا

“Siapa yang membunuh (non-Muslim) yang terikat perjanjian dengan umat Islam, maka ia tidak akan mencium keharuman surga. Sesungguhnya keharuman surga bisa dicium dari jarak empat puluh tahun perjalanan (di dunia)”. (H.R. Ahmad, al-Bukhari, al-Tirmidzi, al-Nasai, Ibn Majah)

Dalam buku Kiai Ali Mustafa yang berjudul “Islam Between War and Peace” juga menjelaskan bahwa non-Muslim setidaknya dibagi menjadi tiga kategori:

Pertama, Kafir Harbi adalah non-Muslim yang memerangi kaum Muslimin.

Kedua, Kafir Musta’man adalah non-Muslim yang menetap dan tinggal di negara Islam untuk beberapa waktu. Dia bukan warga negara muslim tersebut. Dia hanya tinggal untuk urusan bisnis, kepentingan diplomatik, belajar atau yang lain.

Ketiga, Kafir Dzimmi adalah non-Muslim yang tinggal dan menetap Bersama dengan orang-orang muslim sebagai penduduk di negara muslim. Menurut Abd al-Qadir Audah pada kitab al-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami bahwasanya istilah lain, dari jenis ini juga disebut Kafir Mu’ahad.

Antara ketiga kategori tersebut, hanya satu dari tiga kategori non-Muslim ini yang boleh diperangi. Namun hal itu dengan syarat, yakni non-Muslim itu memerangi orang muslim. Jika ia tidak memerangi muslim, maka orang muslim tidak diperkenankan melawan mereka.

Demikian pula dengan Sikap Toleransi, harmonis, dan kerjasama antara umat Islam dan non-Muslim hanyalah terkait dalam hal keduniaan yang tidak berhubungan dengan permasalahan Aqidah dan ibadah.

 

Wallahu A’lam bi al-Shawwab.