Majalahnabawi.comMereka dikenal dengan gerakan “Ingkar al-Sunnah” yang berkembang pada abad kedua hijriyah, dan langsung dihentikan oleh “Nashir al-Sunnah” Imam Muhammad bin Idris al-Syafii.

Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin memiliki ajaran yang jelas dengan sumber-sumber yang telah disepakati oleh para ulama.

Dalam akidah Ahlusunah Waljamaah, Mashadir al-Syari’at dalam Islam itu ada 4, yakni al-Qu’an, al-Sunnah, Ijmak, serta Qiyas. Sunnah Nabi memiliki peran sentral sebagai sumber hukum kedua dalam Islam, setelah al-Quran. Namun apakah kalian tau, bahwa dalam sejarah Islam menjadi sebuah peradaban, terdapat kelompok yang menolak kehujahan Sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam?

Ya, dalam sejarah pernah muncul suatu kelompok yang menolak secara terang-terangan terhadap kehujjahan Sunnah, baik secara menyeluruh atau hanya pada hadis-hadis Ahad, dan hanya mengakui al-Quran sebagai sumber hukum dalam Islam. Mereka dikenal dengan gerakan “Ingkar al-Sunnah” yang berkembang pada abad kedua hijriyah, dan langsung dihentikan oleh “Nashir al-Sunnah” Imam Muhammad bin Idris al-Syafii.

Sejarah Ingkar Sunnah

Selama 12 Abad gerakan Ingkar Sunnah ini tidak bisa bangkit lagi, dan baru muncul ke permukaan kembali pada abad ke 14 Hijriyah. Tepatnya di Mesir, dengan adanya pengaruh dari Kolonial Barat yang ingin menghancurkan Islam dari dalam.

Para orientalis sengaja banyak yang disebarkan di Mesir, karena para Penjajah Barat tahu benar bahwa Mesir adalah kiblat umat Islam pada abad 19 dalam bidang pendidikan dan pemikiran yang berbasis research ilmiah sejak ada pembaharuan pemikiran (Tajdid) dengan tokohnya Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani dkk. Pemikiran Ingkar Sunnah yang digembor-gembor oleh kaum Orientalis kemudian dituangkan ke dalam buku-buku, maupun disajikan dalam bentuk diskusi dengan para mahasiswa maupun syekh di al-Azhar.

Tidak hanya di Mesir, gerakan ini berkembang ke India yang pada waktu itu dikuasai oleh Kolonial Inggris serta berbagai negara lainnya. Bahkan gerakan Ingkar Sunnah era modern di India ini benar-benar melemahkan semangat jihad umat Islam India, dan dengan kecerdikan kaum Imperialisme Inggris yang bekerja sama dengan tokoh-tokoh  muslim India yang koperatif  melemahkan posisi umat Islam yang pada waktu itu sedang berjuang memperoleh kemerdekaan.

Gerakan Pemikiran Modern Ingkar Sunnah

Setelah Mesir dan India, Gerakan pemikiran modern Ingkar Sunnah menjadikan Indonesia yang merupakan negara dengan Mayoritas Muslim terbesar di dunia menjadi target mereka setelah Mesir. Belum diketahui gerakan Ingkar Sunnah datang di Indonesia secara pastinya. Namun aktivitas secara terang-terangan telah muncul pada tahun 1980-an. Zufran Rahman yang merupakan seorang peneliti pemikiran Ingkar Sunah sekaligus Dosen IAIN Jambi menjelaskan bahwa pada tahun 1982-1983 mulai menyebarkan pahamnya di Indonesia. Pada 1981, di bawah pimpinan H. Endi Suradi  dari Bogor, paham ini menyebar di wilayah Bogor dan Jabodetabek, dan tahun sejak November 1982 paham ini berkembang di bawah ajaran H. Sanwani asal kelahiran Pasar Rumput

Di antara metode penyebaran paham Ingkar Sunnah di Indonesia dilakukan melalui pengajian di beberapa Masjid, diktat tulisan tangan, ceramah melalui kaset, dan buku yang disebarkan di beberapa lembaga pendidikan atau majelis taklim. Lewat dakwah yang agresif, banyak di antara umat Islam yang terbawa dan terpengaruh pemahaman Ingkar Sunnah ini. Di antara tokohnya adalah Lukman Saad (Dirut PT Ghalia Indonesia),  Ansor W.A. Gani, Husni Nasution, Imran Nasution, Ali Sarwani Basry, Zainal Arifin, Muhammad Umar (Sekretaris BPMI), dan banyak tokoh lainnya.

Di antara beberapa pokok pemahaman mereka antara lain:

Islam hanyalah al-Quran
Nabi tidak berhak menjelaskan isi al-Quran
Hadis atau Sunnah yang beredar dalam kitab-kitab adalah palsu.

Ingkar Sunnah di Era Digital

Paham Ingkar Sunnah di Indonesia secara resmi telah dilarang kegiatannya oleh Pemerintah dengan keluarnya Keputusan Mahkamah Agung RI No: KEP-169/J.A/9/1983 dan Nomor: KEP-059/J.A/3/1984. Walaupun gerakan Ingkar Sunnah secara organisasi telah dilarang, namun pemikiran akan Ingkar Sunnah ini masih tetap eksis pada masa berikutnya sampai sekarang.

Yang perlu kita waspadai adalah kemungkinan bangkit kembalinya gerakan Ingkar Sunnah di era digital ini. Apalagi dengan berkembangnya Media Sosial sebagai sarana dalam menuangkan berbagai pemikiran dari seluruh dunia, dan menjadi sarana dakwah umat Islam dari berbagai aliran “Firqah”, salah satunya adalah gerakan Ingkar Sunnah ini.

Ada beberapa hal menurut pengamatan yang bisa membuat gerakan ini bangkit kembali, di antaranya:

Banyaknya masyarakat yang belajar Islam secara instan melalui media sosial dan youtube, sehingga dikhawatirkan mereka tidak mengenal peran sunnah dalam Islam. Hal ini bisa membuat paham Inkar Sunnah berkembang dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyrakat di era digital ini.

Berkembangnya rumah atau daurah tahfidz di Indonesia, tanpa dibarengi dengan pengkajian Hadis-Hadis Nabi secara mendalam. Hal ini dikhawatirkan menyebabkan gerakan Cinta al-Quran yang berlebihan yang tidak paham akan sunnah, sehingga sangat mudah menyebarkan paham Ingkar Sunnah di antara mereka.

Paham ini sangat berbahaya, karena tidak mempercayai Hadis Nabi sebagai sumber hukum Islam  yang telah disepakati kehujjahannya oleh para ulama. Hal ini sangat berbahaya apabila berkembang. Padahal salah satu fungsi Hadis adalah sebagai penjelas dan pelengkap al-Quran. Jika paham ini berkembang, khawatir mereka akan menafsirkan al-Quran dengan penafsiran yang bertentangan dengan Hadis, atapun mengambil ijtihad atas hukum yang tidak ada dalam al-Quran.

Pencegahan Ingkar Sunnah di Indonesia

Adapun dalam rangka pencegahan antara lain:

Di setiap rumah tahfidz atau daurah dibarengi dengan pengkajian Sunnah yang lebih mendalam. Perlu digalakan kembali kajian Hadis-hadis Nabi secara merata di setiap masjid untuk membentengi masyarakat dari paham ini. Perlu didirikannya Pesantren-pesantren yang fokus dalam kajian Hadis dan Ilmu Hadis di berbagai daerah sebagai benteng penjagaan Hadis di Masyarakat.